Thursday, December 29, 2011

KRIMINOLOGI

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal.
Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat


RUANG LINGKUP KRIMINOLOGI

• manusia sebagai pelaku kejahatan
• Kejahatan sebagai reaksi dari masyarakat
• Penanggulangan kejahatan termasuk penegak hukum

Menurut Sutherland kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu:
1. etiologi kriminal, yaitu mencari secara analisis ilmiah sebab-sebab dari pada kejahatan;
2. penologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya, berkembangnya hukuman, arti dan faedahnya.
3. sosiologi hukum, yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.


objek kriminologi adalah:
1. Kejahatan
Kejahatan yang dimaksud disini adalah kejahatan dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang pidana. Disinilah letak berkembangnya kriminologi dan sebagai salah satu pemicu dalam perkembangan kriminologi. Mengapa demikian, perlu dicatat, bahwa kejahatan dedefinisikan secara luas, dan bentuk kejahatan tidak sama menurut tempat dan waktu. Kriminologi dituntut sebagai salah satu bidang ilmu yang bisa memberikan sumbangan pemikiran terhadap kebijakan hukum pidana. Dengan mempelajari kejahatan dan jenis-jenis yang telah dikualifikasikan, diharapkan kriminologi dapat mempelajari pula tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap kejahatan yang dicantumkan dalam undang-undang pidana.

2. Pelaku
Sangat sederhana sekali ketika mengetahui objek kedua dari kriminlogi ini. Setelah mempelajari kejahatannya, maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan tersebut juga dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebut tidak demikian adanya, yang dapat dikualifikasikan sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan sebagai pelaku adalah mereka yang telah ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian
kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan, dan dengan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan muaranya adalah kebijakan hukum pidana baru.

3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan
Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana. Sehingga dalam hal ini keinginan-keinginan dan harapan-harapan masyarakat inilah yang perlu mendapatkan perhatian dari kajian-kajian kriminologi.


PENGERTIAN KEJAHATAN

Menurut E. H. Sutherland
Kejahatan adalah perbuatan yang melanggar UU (ditinjau dari sudut yuridis) sehingga ia menggolongkan perbuatan yang melanggar UU sebagai suatu kejahatan & jikatidak diatur dalam UU adalah bukan kejahatan.

Menurut Soedjono Dirjosisworo
kejahatan adalah sebagai perilaku yang merugikan, menjengkelkan dan tidak dapat dibiarkan berlangsung dan apabila berlangsung akan mengakibatkan masyarakat menderita sesuatu yang tidak diinginkan


TUJUAN MEMPELAJARI KRIMINOLOGI
Tujuan secara umum adalah untuk mempelajari kejahatan dari berbagai aspek, sehingga diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai fenomena kejahatan dengan lebih baik. Tujuan secara kongkrit untuk :
1. Bahan masukan pada membuat Undang-Undang (pembuatan\pencabutan Undang-Undang).
2. Bahan masukan bagi aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum dan pencegahan kejahatan non penal terutama Polri.
3. Memberikan informasi kepada semua instansi agar melaksanakan fungsi-fungsi yang diembannya secara konsisten dan konsekwen untuk mencegah tejadi kejahatan.
4. Memberikan informasi kepada perusahan-prusahan melaksanakan pengamatan internal secara ketat dan teridentifikasi serta melaksanakan fungsi social dalam areal wilayah perusahan yang mempunyai fungsi pengamanan external untuk mencegah terjadi kejahatan.
5. Memberikan informasi kepada masyarakat pemukiman, tempat- tempat umum untuk membuntuk pengamanan swakarsa dalam mencegah terjadi kejahatan.


MANFAAT MEMPELAJARI KRIMINOLOGI
Mata Kuliah Krimiunologi Hukum ini menjadi Ilmu bantu didalam membahas masalah manusia yang hidup di dalam masyarakat dalam hubungannya dengan manusia yang lain yang mengadakan interaksi yang mungkin bertentangan dengan aturan Hukum yang berlaku



HUBUNGAN KRIMINOLOGI DENGAN HUKUM PIDANA
Antara ilmu hukum pidana dan kriminologi memiliki hubungan yang bersifat timbal-balik dan interdependen. Ilmu hukum mempelajari akibat hukum dari perbuatan yang dilarang, sedangkan kriminologi mempelajari sebab dan cara menghadapi kejahatan.

Fungsi kriminologi bagi hukum pidana:
Meninjau secara kritis hukum pidana yang berlaku beserta penyelenggaraannya.
Memberikan rekomendasi guna perbaikan-perbaikan/pembaharuan.


KLASIFIKASI KEJAHATAN
Marshall B. Clinard dan Richard Quinney memberikan 8 tipe kejahatan yang didasarkan pada 4 karakteristik, yaitu :
1. karir penjahat dari si pelanggar hukum
2. sejauh mana prilaku itu memperoleh dukungan kelompok
3. hubungan timbal balik antara kejahatan pola-pola prilaku yang sah
4. reaksi sosial terhadap kejahatan.

Tipologi kejahatan yang mereka susun adalah sebagai berikut :
• Kejahatan perorangan dengan kekerasan yang meliputi bentuk-bentuk perbuatan kriminil seperti pembunuhan dan perkosaan, Pelaku tidak menganggap dirinya sebagai penjahat dan seringkali belum pemah melakukan kejahatan tersebut sebelumnya, melainkan karena keadan-keadaan tertentu yang memaksa mereka melakukannya.
• Kejahatan terhadap harta benda yang dilakukan sewaktu-waktu, termasuk kedalamnya antara lain pencurian kendaraan bermotor. Pelaku tidak selalu memandang dirinya sebagai penjahat dan mampu memberikan pembenaran atas perbuatannya.
• Kejahatan yang dilakukan dalam pekerjaan dan kedudukan tertentu yang pada umumnya dilakukan oleh orang yang berkedudukan tinggi. Pelaku tidak memandang dirinya sebagai penjahat dan memberikan pembenaran bahwa kelakuannya merupakan bagian dari pekerjaan sehari-hari.
• Kejahatan politik yang meliputi pengkhianatan spionase, sabotase, dan sebagainya. Pelaku melakukannya apabila mereka merasa perbuatan ilegai itu-sangat penting dalam mencapai perubahan-perubahan yang diinginkan dalam masyarakat.
• Kejahatan terhadap ketertiban umum. Pelanggar hukum memandang dirinya sebagai penjahat apabila mereka terus menerus ditetapkan oleh orang lain sebagai penjahat, misalnya pelacuran. Reaksi sosial terhadap pelanggaran hukum ini bersifat informal dan terbatas.
• Kejahatan konvensional yang meliputi antara lain perampokan dan bentuk-bentuk pencurian terutama dengan kekerasan dan pemberatan. Pelaku menggunakannya sebagai part time- Carreer dan seringkali untuk menambah penghasilan dari kejahatan. Perbuatan ini berkaitan dengan tujuan-tujuan sukses ekonomi, akan tetapi dalam hal ini terdapat reaksi dari masyarakat karena nilai pemilikan pribadi telah dilanggar.
• Kejahatan terorganisasi yang dapat meliputi antara lain pemerasan, pelacuran, perjudian terorganisasi serta pengedaran narkotika dan sebaigainya. Pelaku yang berasal dari eselon bawah memandang dirinya sebagai penjahat dan terutama mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok penjahat, juga terasing dari masyarakat luas, sedangkan para eselon atasnya tidak berbeda dengan warga masyarakat lain dan bahkan seringkali bertempat tinggal dilingkungan-lingkungan pemukiman yang baik.
• Kejahatan profesional yang dilakukan sebagai suatu cara hidup seseorang. Mereka memandang diri sendiri sebagai penjahat dan bergaul dengan penjahat-penjahat lain serta mempunyai status tinggi dalam dunia kejahatan. Mereka sering juga cenderung terasing dari masyarakat luas serta menempuh suatu karir penjahat.

Sutherland menyebut kejahatan yang dilakukan oleh kelas atas sebagai “White Collar Crime” (WCC) (kejahatan kerah putih). Definisi yang lebih tepat tentang WCC adalah “kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat dan mereka yang memiliki status sosial yang tinggi di lingkungan kerjanya.


PENGERTIAN PENJAHAT
Menurut LOMBROSO
Penjahat ialah seorang yang dapat di lihat dari penelitian bagian badan dengan pengutaraan antrokometris.

Menurut Parsons
penjahat adalah orangyang mengancam kehidupan danyang mengancam kehidupan dankebahagiaan orang lain dan membebankankebahagiaan orang lain dan membebankankepentingan ekonominyakepentingan ekonominya


KLASIFIKASI KEJAHATAN

Walter C. Recless membedakan karir penjahat ke dalam : penjahat biasa, penjahat berorganisasi dan penjahat profesional.

• Penjahat biasa adalah peringkat terendah dalam karir kriminil, mereka melakukan kejahatan konvensional mulai dari pencurian ringan sampai pencurian dengan kekerasan yang membutuhkan keterampilan terbatas, juga kurang mempunyai organisasi.

• Penjahat terorganisasi umumnya mempunyai organisasi yang kuat dan dapat menghindari penyelidikan, serta mengkhususkan diri dalam bisnis ilegal berskala besar, Kekuatan, kekerasan, intimidasi dan pemerasan digunakan untuk memperoleh dan mempertahankan pengendalian atas kegiatan ekonomi diluar hukum.

• Penjahat professional lebih mempunyai kemahiran yang tinggi dan mampu menghasilkan kejahatan yang besar dan yang sulit diungkapkan oleh penegak hukum. Penjahat-penjahat jenis ini mengkhususkan diri dalam kejahatan-kejahatan yang lebih membutuhkan keterampilan daripada kekerasan.

Mathew dan Moreau membagi penjahat atas:
Penjahat professional yang menghabiskan masa hidupnya dengan kegiatan criminal
Penjahat accidental yang melakukan kejahatan sebagai akibat situasi lingkungan yang tidak dapat diperhitungkan sebelumnya
Penjahat terbiasa yang terus melakukan kejahatan leh karenan kurangnya pengendalian diri


GW Bawengan yang dikutip dari Ruth Shonle Cavan terdiri dari:
• The casual offender: pelanggaran kecil sehingga tidak bias disebut penjahat. Contohnya naik sepeda tidak pakai lampu di malam hari
• The occasional criminal: kejahatan enteng
• The episodic criminal: kejahatan karena dorongan emosi yang hebat, awalnya bercanda akhirnya karena tersinggung membunuh
• The white collar crime: kejahatan yang dilakunan oleh pengusaha dan penjabat dalam hubungan dengan fungsinya
• The habitual criminal: yang mengulangi kejahatan
• The professional criminal: kejahatan sebagai mata pencarian yang mengenai delik ekonomi
• Organized crime: kejahatan dengan suatu organisasi dengan organisator yang mengatur operasi kejahatan
• The mentally abnormal criminal: seperti golongan psychopatis dan psychotis
• The nonmalicious criminal: kejahatan yang mempunyai arti relative, karena ada sebagian bagi kelompok lain itu bukan merupakan kejahatan



TIGA ALIRAN TENTANG TEORI KEJAHATAN
A. ALIRAN KLASIK
Dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas. Dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keingiannya, manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan.

B. ALISAN NEO-KLASIK
Pembaharuan dari aliran klasik karena tidak ada keadilan milsanya anak-anak di hokum, orang gila dihukum, naka alisan neo-klasik aspek kondisi pelaku sudah mulai diperhitungkan.

C. ALIRAN POSITIF
Dibagi atas 2 pandangan:
1. Determinisme biologis, yaitu teori yang mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya
2. Determinisme cultural, yaitu teori yang mendasari pemikirannya pada pengaruh social, budaya, dan lingkungan dimana seseorang hidup


TEORI KRIMINOLOGI
A. TEORI MAKRO
Teori yang bersifat abstrak. Yang termasuk ke dalam teori ini adalah: teori anomi dan konflik.

B. TEORI MIKRO
Teori yang bersifat kongkrit. Kelompok teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seseorang menjadi penjahat. Yang tergolong ke dalam teori ini salah satunya teori social control.

C. BRIDGING TEORI
Teori yang menengahi antara makro teori dan mikro teori. Contoh dari kelompok bridging teori ini adalah teori sub kultur dan differential opportunity theory



TEORI ANOMI
Teori anomi, teori yang mencari sebab kejahatan dari sosiokejahatan dari sosio--kultural dengan kultural dengan berorientasi pada kelas sosia .berorientasi pada kelas social.

Emile Durkheim orang yang pertama kali menggunakan istilah anomi untuk menggambarkan keadaan yang disebut Deregulation di dalam masyarakat (hancurnya keteraturan sosial akibat hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai).

Robert Merton juga penganut Anomi tapi berbeda dengan Durkheim yaitu teorinya membagi norma sosial menjadi 2 jenis yakni tujuan sosial (Societalgoals) dan sarana yang tersedia (Accept talkmeans) untuk mencapai tujuan tersebut terdapat sarana yang dipergunakan.
Tapi dalam kenyataannya tidak semua orang dapat menggunakan sarana yang tersedia digunakan berbagai cara untuk mendapatkan hal itu menimbulkan penyimpangan dalam mencapai tujuan.

DELIQUENT SUB KULTURAL
Albert Cohen melalui suatu penelitian menyatakan bahwa perialu deliquen lebih banyak terjadi pad alaki-laki kelas bawah (lower class). Tingkah laku gang subkultur bersifat tidak berfaedah, dengki dan jahat. Terdapat alasan yang rasional bagi delinkuen subkultur untuk mencuri (selain mencari status kebersamaan) mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka juga mencoba untuk meremehkan nilai-nilai kelas menengah.

TEORI DIFFERENTIAL OPPORTUNITY
Menurut Cloward dan Ohlin, delinquent subkultural tumbuh subur di daerah-daerah kelas bawah dan mengambil bentuk tertentu yang mereka lakukan karena kesempatan untuk mendapatkan sukses secara tidak sah tidak lebih tersebar secara merata dibanding kesempatan untuk meraih suskses secara sah.
Menurut mereka, tipe-tipe subkultural dan gang anak-anak muda yang tumbuh subur tergantung pada tipe-tipe lingkungan dimana mereka berkembang.


Teori Culture Conflict
Teori ini dikemukakan Thorsten Sellin dalam bukunya Culture Conflict and Crime (1938). Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran/sikap. Thorsten Sellin menyetujui bahwa maksud norma-norma mengatur kehidupan manusia setiap hari, norma adalah aturan-aturan yang merefleksikan sikap dari kelompok satu dengan lainnya. Konsekuensinya, setiap kelompok mempunyai norma dan setiap norma dalam setiap kelompok lain memungkinkan untuk konflik. Setiap
individu boleh setuju dirinya berperan sebagai penjahat melalui norma yang disetujui kelompoknya, jika norma kelompoknya bertentangan dengan norma yang dominan dalam masyarakat. Persetujuan pada rasionalisasi ini, merupakan bagian terpenting untuk membedakan antara yang kriminal dan nonkriminal dimana yang satu menghormati pada perbedaan kehendak/tabiat norma


Asumsi Dasar Teori Culture Conflict
Secara gradual dan substansial, menurut Thorsten Sellin, semua culture conflict merupakan konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma. Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau acapkali sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah/budaya satu ke budaya lain dan dipelajari sebagai konflik mental


STATISTIK KRIMINAL
PENGERTIAN STATISTIK KRIMINIL
Menurut Albert cohen semua anak-anak/para remaja mencari ststus social. Berdasarkan posisi mereka di dalam struktur social, remaja kelas bawah cenderung tidak memiliki materi dan keuntngan simbolis. Selama mereka berlomba dengan remaja kelas menengah melalui kedudukan/posisi yang sama, para remaja kelas bawah akan merasa kecewa. Hal inilah yang dikatakan oleh cohen sebagai problem di kalangan remaja.


KELEMAHAN STATISTIK KRIMINIL
1. hasil pencatatan dipengaruhi oleh kemauan korban atau masyarakat melaporkan kejahatan yang dialami.
2. memerlukan penafsiran, menafsirkan suatu fakta atau kejadian tertentu sebagai kejahatan dipengaruhi pengetahuan dan persepsi tentang apa yang disebut kejahatan.
3. Persepsi polisi juga berat sebelah. kejahatan yang mendapat perhatian polisi yang masuk statistik kriminal itu kejahatan konvensional.


DARK NUMBER
Yaitu bagian kriminalitas yang tidak diketahui, ini merupakan kelemahan statistic dan memang statistic tidak dapat mencatat seluruh kriminalitas yang ada.


Upaya Penanggulangan Kejahatan Secara Umum
1. Upaya represif
Adalah usaha yang dilakukan untuk menghadapi pelaku kejahatan seperti dengan pemberian hukuman sesuai dengan hokum yang berlaku dimana tujuan diberikan hukuman agar pelaku jera, pencegahan serta perlindungan social

2. Upaya preventif
Yaitu upaya penanggulangan non-penal (pencegahan) seperti:
-memperbaiki keadaan social dan ekonomi masyarakat
-Meningkatkan kesadaran hokum serta disiplin masyarakat
-Meningkatkan pendidikan moral

HUKUM PERJANJIAN

Asas kebebasan berkontrak
Para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. memenuhi syarat sebagai suatu kontrak;
2. tidak dilarang oleh undang-undang;
3. sesuai dengan kebiasaan yang berlaku;
4. dilaksanakan dengan itikad baik

UNSUR-UNSUR PERJANJIAN
Essensialia
Bagian –bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.

Naturalia
Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur. Misalnya penanggungan.

Accidentalia
Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya. Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.

Jenis-jenis Perjanjian :
• Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
• Perjanjian Cuma – Cuma
Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatukeuntungan kepada, pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
• Perjanjian Atas Beban
Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
• Perjanjian Bernama ( Benoemd )
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.
• Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst )
Perjanjian tak bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak- pihak yang mengadakannya.
• Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
• Perjanjian Kebendaan ( Zakelijk )
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
• Perjanjian Konsensual
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).
• Perjanjian Real
Yaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.
• Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada(Pasal 1438 KUHPerdata).
• Perjanjian Pembuktian ( Bewijsovereenkomts )
Suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yangberlaku di antara mereka.
• Perjanjian Untung – untungan
Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untunguntungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung pada suatu kejadianyang belum tentu.
• Perjanjian Publik
Perjanjian publik yaitu suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).
• Perjanjian Campuran
Perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsurperjanjian di dalamnya

A. Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.


B. Syarat sahnya Perjanjian

Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

2. cakap untuk membuat perikatan;
Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum
(Pasal 1446 BW).

3. suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.

Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.


Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
• ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
• undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
• para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka persetujuan akan hapus;

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain.

Keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
• keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).

Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi
hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi,
kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.

• keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan
memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.

Keadaan memaksa (overmacht) adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut.

Actio pauliana adalah kewenangan untuk menuntut pembatalan perbuatan-perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditornya.

Istilah pernyataan lalai ayau somasi merupakan terjemahan dari ingebrekestelling.
Pengertian Somasi di dalam buku Salim H.S.,S.H.,M.S. adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya.

Wanprestasi adalah tidak dilakukannya kewajiban yang seharusnya dilakukan sesuai perikatan yang telah disepakati, termasuk juga lalai dalam memenuhinya.


pengertian perikatan (verbintenis) yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasarmana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur)atas suatu prestasi.

Overeenkomst (perjanjian)


Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutauperikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yangditempatkan sebagai pengganti perikatan semula

Unsur-unsur perikatan :
• Hubungan hukum.
• Harta kekayaan.
• Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
• Prestasi.

Pengaturan hukum perikatan :
Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata.
Buku III KUH Perdata bersifat :
Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang.
Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.

HUKUM LAUT

LAUT TERITORIAL
Laut territorial adalah salah satu wilayah yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di ukur dari garis pangkal

Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut.

Pengertian laut territorial menurut UNCLOS
Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu Negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut teritorial. (pasal 2 ayat 1)

Pengertian laut territorial menurut UU no 6 tahun 1996
Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia (pasal 3 ayat 2)


GARIS PANGKAL

Berdasarkan tujuan penerapannya, Konvensi Hukum Laut 1982 mengenal tiga macam garis pangkal, yaitu: Garis Pangkal Biasa, Garis Pangkal Lurus, dan Garis Pangkal Lurus Kepulauan. Pedoman penetapan masing-masing garis pangkal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Garis Pangkal Biasa (normal baseline)
Garis Pangkal Biasa adalah garis pangkal yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik pertemuan antara lautan dan daratan dengan mengikuti konfigurasi pantai pada waktu air surut terendah. Dengan kata lain, garis pangkal ditarik dengan cara mengikuti titik-titik pertemuan antara air laut dengan daratan pada waktu air surut terendah. Penetapan Garis Pangkal Biasa untuk tujuan pengukuran wilayah laut kewenangan provinsi dapat dilakukan secara analogi dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 5), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Biasa adalah garis air rendah dengan mengikuti konfigurasi pantai;
b. Apabila terdapat gugusan karang di hadapan daratan
utama suatu propinsi maka garis pangkal dapat ditarik melalui gugusan karang tersebut dengan syarat telah ada instalasi yang dibangun di atas karang tersebut.

2. Garis Pangkal Lurus (straight baseline)
Garis Pangkal Lurus adalah garis pangkal yang ditarik dari ujung ke ujung untuk menghubungkan titik-titik terluar dari satu pulau atau untuk menghubungkan dua pulau atau lebih. Garis Pangkal Lurus berfungsi sebagai garis penutup pada kedua tepi dari mulut teluk atau kedua tepi dari muara sungai. Penetapan Garis Pangkal Lurus dapat dilakukan secara analogi dengan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 7), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Lurus dapat ditarik pada lokasi-lokasi pantai yang menjorok ke daratan atau pada muara sungai atau selat yang lebarnya tidak lebih dari 12 mil.
b. Garis Pangkal Lurus ditarik tanpa menyimpang terlalu jauh dari arah umum pantai yang bersangkutan;
c. Garis Pangkal Lurus tidak dapat ditarik dari gugusan karang yang tenggelam pada waktu pasang naik, kecuali apabila telah ada instalasi yang dibangun secara permanen diatas karang tersebut.

3. Garis Pangkal Kepulauan ( archipelagic baseline)
Garis Pangkal Kepulauan adalah gabungan dari seluruh garis pangkal lurus yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau yang terluar yang membentuk sebuah kepulauan.
Penetapan Garis Pangkal Kepulauan dapat dilakukan secara analogi dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 47), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Kepulauan dapat diterapkan pada provinsi-provinsi yang berbentuk kepulauan; Garis Pangkal Kepulauan ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar pada waktu air surut terendah;
b. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat melampaui panjang maksimum, yaitu 12 mil;
c. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat ditarik menyimpang terlalu jauh dari arah umum bentuk kepulauan;
d. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat ditarik dari gugusan karang yang tenggelam pada waktu pasang naik, kecuali apabila telah ada instalasi yang dibangun diatas karang tersebut.


HAK LINTAS DAMAI (Right of Innocent Passage)

(Art. 17 dan 18 LOSC)
Hak setiap kapal untuk berlayar melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan suatu negara sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara tersebut dengan cara lintas terus menerus, langsung serta secepat mungkin.

Syarat lintas: terus menerus, langsung dan secepat mungkin;
Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai.

Disebut “damai”, bila :
1. Dilakukan terus menerus tanpa berhenti; termasuk berhenti dan lego, ttp hanya:
• Insidental dlm kaitan dg pelayaran yg normal;
• force majeure or distress;
• Membutuhkan bantuan;
2. Tidak bertentangan dengan perdamaian, ketertiban dan keamanan

Disebut “tidak damai”, bila :
(Art.19, LOSC)
1. Ancaman/penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik;
2. Latihan/praktek dengan senjata;
3. Pengumpulan informasi yang merugikan han-kam negara;
4. Propaganda dengan tujuan mempengaruhi han-kam negara;
5. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara diatas kapal;
6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
7. Bongkar muat komoditi, muatan barang, mata uang, orang;
8. Pencemaran dan perikanan;



DEKLARASI JUANDA
Perjuangan yang gigih melalui deklarasi Juanda telah mebawa pengakuan PBB terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan, yakni ditetapkannya konvensi hokum laut UNCLOS 1982

NEGARA KEPULAUAN
Pasal 46 UNCLOS
“Negara kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain;

“kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.


ZONA EKONOMI EKSLUSIF
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.


HAK, YURISDIKSI DAN KEWAJIBAN NEGARA PANTAI DI ZEE

(pasal 56 UNCLOS 1982)
Hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.

• Yurisdiksi negara pantai :
(i) Pembuatan dan pemakaian pulau buatan,
instalasi dan bangunan;
(i) Riset ilmiah kelautan;
(ii) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
• Kewajiban negara pantai : Memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara lain dan bertindak sesuai dengan Konvensi / UNCLOS

PENEGAKAN HUKUM DI ZEE
• Negara lain harus mematuhi peraturan konservasi dan persyaratan ZEE negara pantai (Pasal 62(4) KHL 82);
• Negara pantai untuk penegakan hukum dapat menaiki, menagadakan inspeksi, menahan dan mengadili (Pasal 73);
• Negara pantai tidak dibenarkan melaksanakan hukuman penjara/hukuman badan (Pasal 73(3)), kecuali diperjanjikan.


LANDAS KONTINEN


PERBEDAAN LANDAS KONTINEN SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA UNCLOS 1982
SEBELUM (JENEWA 1958): batas luar Landas Kontinen sama sekali menunjukkan adanya ketidakpastian.
SESUDAH : batas luar dari Landas Kontinen sudah cukup tegas dan jelas. Berarti sudah ada kepastian hukum tentang sejauhmana suatu negara memiliki hak dan eksklusif atas sumber daya alam dari Landas Kontinen.
Dalam konvensi Jenewa 1958 tidak ada pengaturan tentang penyelesaian sengketa apabila perjanjian batas landas kontinen itu tidak tercapai. Kelemahan ini disempurnakan dalam konvensi Hukum Laut 1982.


Batasan Landas Kontinen
- Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya diukur (Pasal 76 (1)).
- Landas Kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 hingga ayat 6 (Pasal 76 (2)).

Hak dan Kewajiban Negara Pantai

- Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. (Pasal 77 (1)).
- Hak negara pantai tidak tergantung pada pendudukan atau proklamasi yang diumumkan. (Pasal 77 (3)).
- Tidak ada negara lain yang dapat melakukan ekploitasi sumber kekayaan alam tanpa persetujuan negara pantai. (Pasal 77 (2))
- Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk mengizinkan dan mengatur pemboran landas kontinen untuk segala keperluan. (Pasal 81).

Kewajiban negara pantai
- Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinen (Pasal 76 (8)).
- Negara pantai harus mendeposit-kan pada Sekretaris Jenderal PBB peta-peta dan keterangan yang relevan, yang secara permanen menggambarkan batas luar landas kontinennya (Pasal 76 (9) dan Pasal 84 (1) dan (2)).
- Negara pantai tidak boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa. (Pasal 79 (2)).
- Negara pantai harus melakukan pembayaran atau sumbangan kepada otorita berkaitan dengan eksploitasi sumber kekayaan non hayati di landas kontinen diluar 200 mil laut. (Pasal 82 (1)) dan ayat (4)

Cara untuk menentukan batas luar landa kontinen suatu Negara pantai yang melebihi 200 mil laut:
1. Dengan pengukuran 350mil laut dari garis pantai
2. Penentuan jarak 100mil laut dari kedalaman 2.500m
Jika ada dua Negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas Negara tsb ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing Negara.


LAUT BEBAS (HIGH SEA)
Pasal 87 Konvensi Hukum Laut 1982 menegaskan bahwa laut lepas adalahterbuka bagi semua Negara baik Negara pantai (costal States) maupun Negara tidak berpantai (land-locked States). Semua Negara mempunyai kebebasan di laut lepas( freedom of the high seas), yaitu sebagai berikut :
1. kebebasan pelayaran ( freedom of navigation);
2. kebebasan penerbangan (freedom of overflight );
3. kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut ( freedom to lay submarine cablesand pipelines);
4. kebebasan membangun pulau buatan dan instalasi lainnya sesuai dengan hukuminternasional ( freedom to construct artificial islands and other installations permitted under international law);
5. kebebasan penangkapan ikan ( freedom of fishing);
6. kebebasan riset ilmiah kelautan ( freedom of scientific research)

Macam-macam kebebasan di Laut Lepas
A. Pelayaran
1. Ketentuan Dasar
- Setiap negara, baik berpantai maupun tidak mempunyai hak untuk berlayar di Laut Lepas.
- Setiap negara harus menetapkan persyaratan pemberian kebangsaan pada kapal, pendaftaran kapal dan hak mengibarkan benderanya.
- Kapal perang memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara manapun selain negara bendera.
- Kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh suatu negara dan hanya untuk dinas pemerintah, memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara lain kecuali negara bendera.

1. Yurisdiksi dan Kewajiban
a. Negara Bendera Kapal
- Kapal harus berlayar di bawah bendera suatu Negara saja, tidak boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau sewaktu berada dipelabuhan.
- Harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal.
- Setiap negara harus memelihara suatu daftar register kapal dan menjalankan yurisdiksi di bawah perundang-undangannya atas setiap kapal yang mengibarkan benderanya.
- Setip negara harus mengambil tindakan yang diperlukan bagi kapal yang memakai benderanya, untuk menjamin keselamatan.
- Bahwa setiap kapal diperiksa seorang surveyor kapal yang berwenang, tersedia peta, penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi.
- Kapal ada dalam pengendalian seorang nahkoda dan perwira yang memiliki persyaratan yang tepat.
- Mengikuti peraturan dan prosedur dan praktek internasional yang umum.
- Mengadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh atau di hadapan orang yang berwenang setiap kecelakaan kapal atau insiden pelayaran.
- Tuntutan pidana atau pertanggungjawaban disiplin terhadap kapten kapal atau petugas kapal lainnya, hanyalah dilakukan pada pengadilan atau di depan pejabat administrasi negara pemilik bendera kapal atau negara dimana petugas-petugas tersebut adalah adalah warga negara.
Dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas hal ini diatur dalam pasal 6 yang menentukan bahwa kapal- kapal berlayar hanya dengan memaki bendera dari dari satu negara saja dan berada sepenuhnya dibawah yurisdiksinya di laut lepas. Pengaturan pasal tersebut diatas dikaitkan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Mahkamah Internasional Permanen dalam mengadili kasusThe Lotus yang mengatakan bahwa kapal-kapal yang berada dilaut lepas tidak tidak berada di bawah kekuasaan dari negara yang benderanya dipakai kapal tersebut. Uraian tentang kasus The Lotus ini akan dikemukakan pada bagian akhir dari bab ini.

- Kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan hidup.
- Mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan konvensi, secara individual atau bersama-sama untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan hidup.
- Mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari kendaraan air.
- Menjamin bahwa kapal menaati ketentuan atau standar internasional untuk mencegah, mengurangi dan pengendalian pencemaran lingkungan laut.
- Mewajibkan (meminta) nahkoda kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong, memberikan bantuan pada kapal lain yang bertubrukan.

b. Negara Pelabuhan (Negara Pantai)
- Negara pantai harus menggalakkan diadakannya pengoperasian dan pemeliharaan dinas Search and Rescue (SAR) yang memadai dan efektif berkenaan dengan keselamatan di dalam dan di atas laut.
- Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
- Hak melakukan pengejaran seketika (hat pursuit) apabila mempunyai alasan yang cukup dengan cara yang sesuai dengan ketentuan konvensi.

c. Negara-negara lain
- Setiap negara mewajibkan (meminta) nahkoda suatu kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong orang dalam kesulitan apabila mendapat pemberitahuan, memberikan bantuan pada kapal yang mengalami tabrakan.
- Mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian.
- Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
- Setiap negara dapat menyita suatu kapal atau pesawat udara perompak atau kapal atau pesawat udara perompak yang telah diambil oleh perompak dan menangkap orang-orang dan menyita barang yang ada di kapal serta dpat menetapkan hukuman yang akan dikenakan oleh pengadilan negaranya.
- Bekerjasama dalam penumpasan perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan psikotropis di laut lepas.
Bekerjasama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas.

B. Penerbangan
Semua negara baik negara pantai maupun tidak berpantai mempunyai kebebasan untuk melakukan penerbangan di ruang udara di atas laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain.


C. Pemasangan Kabel dan Pipa di Dasar Laut
- Semua negara memiliki kebebasan untuk memasang kabel dan pipa di bawah laut dengan tunduk pada Bab VI tentang Landas Kontinen, di laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain dan ketentuan konperensi ini.
- Semua negara mempunyai hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut diatas dasar laut lepas di luar landas kontinen.
- Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mengatur bahwa pemutusan atau kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut karena sengaja atau kelalaian merupakan suatu pelanggaran yang dapat dihukum.
Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan dengan tentang ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam usaha untuk mencegah kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut.

D. Pembangunan Pulau Buatan dan Instalasi Lain
- Semua negara mempunyai kebebasan untuk membangun pulau dan instalasi lainnya yang diperoleh berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI.
- Penempatan dan penggunaan setiap jenis instalasi riset ilmiah atau peralatan di kawasan lingkungan laut harus tunduk pada syarat-syarat yang sama yang ditentukan oleh konvensi untuk penyelenggaraan riset ilmiah kelautan di setiap kawasan tersebut.
Penelitian ilmiah kelautan di kawasan baru dilakukan semata-mata untuk maksud damai untuk kemanfaatan umat manusia

E. Penangkapan Ikan
- Semua negara mempunyai kebebasan untuk menangkap ikan, dengan memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan negara lain dan hak-hak dalam konvensi ini yang berkenaan dengan kegiatan di Kawasan.
- Semua negara mempunyai hak bagi warga negaranya untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas.
- Kewajiban negara untuk mengadakan tindakan-tindakan dengan warga negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas.
Kewajibaan konservasi dan pengelolaan mamalia laut di laut lepas

F. Riset Ilmiah
- Setiap negara memiliki kebebasan untuk mengadakan riset ilmiah, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI dan XIII, di laut lepas.
- Penelitian ilmiah kelautan di kawasan harus dilakukan semata-mata untuk maksud damai dan untuk kemanfatan umat manusia.
- Negara-negara, secara langsung atau melalui organisasi internasional yang berkompeten, bekerjasama menggalakkan pengembangan dan alih teknologi kalautan.
Kerjasama internasional untuk mengembangkan dan alih teknologi kelautan.


KEWAJIBAN NEGARA PANTAI ATAS PENGGUNAAN LINTAS DAMAI
(Art. 24 LOSC)
1. Tidak boleh menghalangi lintas;
2. Tidak boleh membuat syarat bersifat menolak/mengurangi penggunaan lintas;
3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi formal kapal-kapal dari suatu negara;
4. Memberitahukan secara wajar setiap bahaya pelayaran;
5. Tidak boleh mengadakan pungutan (Art. 26 LOSC);

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)

Kewajiban Dasar Manusia
Sangat tidak proporsional apabila membahas HAM tanpa membahas pula Kewajiban Dasar Manusia, sebab diantara keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hak itu timbul dari pelaksanaan kewajiban. Dalam Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia PBB tidak dicantumkan Kewajiban Dasar Manusia. Kewajiaban Dasar ini lahir dari UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia BAB IV pasal 67-70.

Yang dimaksud dengan Kewajiban Dasar Manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya HAM.
Kewajiban Dasar itu meliputi :
• Wajib patuh pada peraturan perundang-undangan. Kewajiban ini berlaku bagi setiap orang yang berada dalam wilayah Republik Indonesia baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berada di Indonesia.
• Ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
• Menghormati HAM. Setiap orang wajib menghormati HAM, moral, etika dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Moral dan etika adalah suatu konsepsi tentang baik dan buruknya tingkah laku manusia didalam masyarakat. Sedangkan tertib kehidupan bermasyarakat diatur oleh hukum, moral/etika, adat, dan agama/kepercayaan.
• Menghormati hak asasi orang lain. Setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik. Untuk itu tugas pemerintah dalam hal ini adalah menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukannya.
• Tunduk pada pembatasan yang ditetapkan Undang Undang. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang Undang. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Klasifikasi HAM
A. Berdasarkan Universal Declaration of Human Rights

1. Hak asasi pribadi / personal Right
• Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
• Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
• Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
• Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right
• Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
• Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
• Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
• Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak asasi hukum / Legal Equality Right
• Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
• Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
• Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum

4. Hak asasi Ekonomi / Property Rigths
• Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
• Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
• Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
• Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
• Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
• Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
• Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
• Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
• Hak mendapatkan pengajaran
• Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

B. Berdasarkan Undang Undang No. 39 Tahun 1999
• Hak untuk hidup.
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.

• Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
Setiap orang berhak untuk membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas kehendak yang bebas

• Hak mengembangkan diri.
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

• Hak memperoleh keadilan.
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar.

• Hak atas kebebasan pribadi.
Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia.

• Hak atas rasa aman.
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

• Hak atas kesejahteraan.
Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya.

• Hak turut serta dalam pemerintahan.
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap jabatan pemerintahan.

• Hak wanita.
Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.

• Hak anak.
Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 negara wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.

KOMNAS HAM
KOMNAS HAM bertugas dan berwenang dalam (Pasal 89 UU HAM):
• Meneliti berbagai peraturan yang berkaitan dengan HAM;
• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HAM;
• Menyelidiki dan memeriksa peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran HAM;
• Memanggil para pihak serta saksi meminta bukti yang diperlukan;
• Memberikan pendapat terhadap perkara tertentu dalam proses peradilan, bila terdapat pelanggaran HAM;
• Mediasi perdamaian kedua belah pihak; dan
• Menyampaikan rekomendasi atas kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.

program utama RANHAM 2011-2014
• pembentukan dan penguatan institusi pelaksana RANHAM,
• persiapan ratifikasi instrumen HAM dan Internasional (khusus bagi Panitia RANHAM Nasional),
• persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan, diseminasi dan pendidikan HAM,
• penerapan norma dan standar HAM,
• pelayanan komunikasi masyarakat,
• pemantauan, evaluasi dan pelaporan.


Contoh genosida
• Pembantaian bangsa-bangsa Indian di benua Amerika oleh para penjajah Eropa semenjak tahun 1492.
• Pembantaian bangsa Aborijin Australia oleh Britania Raya semenjak tahun 1788.
• Pembantaian Bangsa Armenia oleh beberapa kelompok Turki pada akhir Perang Dunia I.
• Pembantaian Orang Yahudi, orang Gipsi (Sinti dan Roma) dan suku bangsa Slavia oleh kaum Nazi Jerman pada Perang Dunia II.
• Pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Hussein Irak pada tahun 1980-an.
• Pembantaian suku bangsa Bosnia dan Kroasia di Yugoslavia oleh Serbia antara 1991 - 1996. Salah satunya adalah Pembantaian Srebrenica, kasus pertama di Eropa yang dinyatakan genosida oleh suatu keputusan hukum.

Contoh Kejahatan kemanusiaan
• Pembantaian Rawagede • Pembantaian Westerling • Tragedi Mergosono • Pembantaian komunis • Penembakan misterius • Peristiwa Tanjung Priok • Pembantaian Santa Cruz • Tragedi Trisakti • Tragedi Semanggi

HUKUM AGRARIA

Ruang lingkup agraria
Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi menurut Pasal 1 ayat (4) UUPA adalah tanah.
2. Air
Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) UUPA adalah air yang berada di perairan pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, disebutkan bahwa pengertian air meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terfapat di atas maupun yang terdapat di laut.
3. Ruang Angkasa
Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia. Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 48 UUPA, ruang di atas bumi dan air yang mengandung tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lain yang bersangkutan dengan itu.
4. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi di sebut bahan, yaitu unsure-unsur kimia, mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan).
Pengertian agraria dalam arti sempit hanyalah meliputi permukaan bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan disini buka dalam pengertian fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian UUPA dalam arti luas.

politik hukum agraria Kolonial
adalah prinsip dagang, yakni untuk mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, kemudian dijual dengan harga yang setinggi-tingginya. Tujuannya tidak lain mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi diri pribadi penguasa kolonial yang merangkap sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha Belanda dan pengusaha Eropa. Sebaliknya bagi rakyat Indonesia menimbulkan penderitaan yang sangat mendalam.

Politik hukum agraria kolonial dimuat dalam Agrarische Wet (AW) S.1870-55
dengan isi dan maksud serta tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan primer :
Memberikan kesempatan kepada pihak swasta (asing) mendapatkan bidang tanah yang luas dari pemerintah unutk waktu yang cukup lama dengan uang sewa (canon) yang murah. Di samping itu untuk memungkinkan orang asing (bukan bumi putera) menyewa atu mendapat hak pakai atas tanah langsung dari orang bumi putera, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi. Meaksudnya adalah memungkinkan berkembangnya perusahaan pertanian swasta asing.
2. Tujuan sekunder.
Melindungi hak penduduk Bumi Putera atas tanahnya, yaitu :
a. Pemberian tanah dengan cara apapun tidak boleh mendesak hak Bumi
Putera;
b. Pemerintah hanya boleh mengambil tanah Bumi Putera apabila diperlukan untuk kepentingan umum atau untuk tanaman-tanaman yang diharuskan dari atasan dengan pemberian gantik kerugian;
c. Bumi Putera diberikan kesempatan mendapatkan hak atas tanah yang kuat
yaitu hakeigendom bersyarat (agrarische eigendom);
d. Diadakan peraturan sewa menyewa antara Bumi Putera dengan bukan Bumi
Putera



Dasar politik hukum agraria nasional: dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan :
“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

UUHT
Lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan menunjukkan bahwa lembaga jaminan atas tanah juga mengalami unifikasi karena sebelum lahirnya Undang-undang Hak tanggungan terdapat dualisme hukum jaminan atas tanah di Indonesia. Dualisme yang dimaksud adalah keberadaan hipotik sebagai lembaga yang berasal dari hukum tanah barat dan credietverband sebagai lembaga yang berasal dari hukum adat.

CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN
Droit de preferent, artinya memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1).
Dalam hal ini pemegang Hak Tanggungan sebagai kreditur memperoleh hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh pembayaran piutangnya dari hasil penjualan (pencairan) objek jaminan kredit yang diikat dengan Hak Tanggungan tersebut. Kedudukan kreditur yang mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain (kreditur preferen) akan sangat menguntungkan kepada pihak yang bersangkutan dalam memperoleh pembayaran kembali (pelunasan) pinjaman uang yang diberikannya kepada debitur yang ingkar janji (wanprestasi).

b. Droit de suite, artinya selalu mengikuti jaminan hutang dalam tangan siapapun objek tersebut berada (Pasal 7).
Dalam Pasal 7 UUHT disebutkan bahwa Hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek itu berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Meskipun objek dari Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melalui eksekusi, jika debitur cidera janji.

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan hal tersebut maka sahnya pembebanan Hak Tanggungan disyaratkan wajib disebutkan dengan jelas piutang mana dan berapa jumlahnya yang dijamin serta benda-benda mana yang dijadikan jaminan (syarat spesialitas), dan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan sehingga terbuka untuk umum (syarat publisitas).

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
Salah satu ciri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji. Meskipun secara umum ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus mengenai eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur mengenai lembaga parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 258 Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura.

HUKUM LEMBAGA NEGARA

PERBEDAAN MAHKAMAH AGUNG DAN MAHAKAMAH KONSTITUSI

MAHAKAMAH AGUNG
Pengadilan tingkat kasasi adalah pengadilan tingkat akhir yang disediakan warga yang melakukan upaya hukum dari semua lingkungan peradilan. Upaya hukum dari semua peradilan kasasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Berdasarkan pasal 24A ayat 1 UUD 1945, Mahkamah Agung diamanati oleh dua kewenangan, yaitu :
1. Kewenangan mengadili pada tingkat kasasi
2. Kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU
Mahkamah Agung memiliki empat lingkungan peradilan, yaitu peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama dan peradilan tata usaha Negara (PTUN).

MAHKAMAH KONSTITUSI
Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dimana keputusannya bersifat final. Kewenangannya seperti yang diatur pada pasal 24C ayat 1 UUD 1945 yang memutuskan bahwa mahkamah konstitusi berwenang sebagai :
1. Menguji UU terhadap UUD
2. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan UUD
3. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum
4. Memutus pembubaran partai politik

Kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD 1945 sebelum pendapat tersebut dapat diusulkan untuk memberhentikan presiden dan wakil presiden oleh MPR. MK berfungsi sebagai pengawal konstitusi, penafsiran konstitusi, pengawal demokrasi dan pelindung hak konstitusional warga Negara.

Mahkamah Agung pada hakikatnya adalah ‘court of justice’, sedangkan Mahkamah Konstitusi adalah ‘court of law’ . Yang satu mengadili ketidakadilan untuk mewujudkan keadilan, sedangkan yang kedua mengadili sistem hukum dan sistem keadilan itu sendiri.

Ketentuan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 memberikan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus perselisihan hasil pemilu. Lebih lanjut, ketentuan UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi mengamanatkan bahwa perselisihan tentang hasil perolehan suara pemilu diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi. Tata cara pelaksanaan penyelesaian perselisihan perolehan hasil suara dalam pemilukada telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalam perselisihan Pemilukada.

judicial review adalah mencakup pengujian terhadap suatu norma hukum yang terdiri dari pengujian secara materiil (uji materiil) maupun secara formil (uji formil). Dan hak uji materiil adalah hak untuk mengajukan uji materiil terhadap norma hukum yang berlaku yang dianggap melanggar hak-hak konstitusional warga negara. Judicial review ke Mahkamah Konstitusi, sedangkan hak uji materiil ke Mahkamah Agung.

Wakil Presiden adalah pembantu presiden yang kualitas bantuannya di atas bantuan yang diberikan olehMenteri, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari yang didelegasikan kepadanya.

HUBUNGAN KY DENGAN MA
Pasal 24A ayat (3) dan pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim agung diusulkan oleh KY kepada DPR untuk mendapat persetujuan.

SYARAT MENJADI MENTERI
Menurut UU no 39 tahun 2008 pasal 22 ayat (2), untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik
d. Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan
g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukantindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

TUGAS DAN WEWENANG KY
Menurut asal 13 UU nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR; dan
b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Menurut Pasal 14 ayat (1), Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. menetapkan calon Hakim Agung; dan
d. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR

LEMBAGA NEGARA
Berdasar UUD 1945 terdiri dari :
MPR, DPR, DPD, Presiden, MA,BPK,Kementerian Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten dan Kota, KPU, KY, MK,bank sentral, TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dewan Pertimbangan Presiden

Berdasar UU terdiri dari :
Komnas HAM, KPK, KPI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komnas Anak, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan.

Berdasar Keputusan Presiden terdiri dari :
Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Permpuan,Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara, Dewan Maritim, Dewan Ekonomi Nasional, Dewan Industri Strategis, Dewan Pengembangan Usaha Nasional, dan Dewan Buku Nasional

Lembaga Negara yg kedudukan dan kewenangannya seTara dlm UUD 1945
• Presiden dan Wakil Presiden, Bab III UUD 1945, dimulai dari Pasal 4 ayat (1) dalam pengaturan mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berisi 17 pasal;
• DPR, Bab VII UUD 1945 yang berisi pasal 19 sampai dengan pasal 22B;
• DPD, Bab VIIA yang terdiri atas Pasal 22C dan Pasal 22O;
• MPR, diatur dalam Bab III UUD 1945 ;
• BPK, pasal 23E, pasal 23F, dan pasal 23G UUD 1945;
• MA, bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945;
• MK, Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945;
• KY, Bab IX, Pasal 24B UUD 1945


TUGAS KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

WEWENANG PRESIDEN
1. Memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD (pasal 4 ayat 1)
2. Mengajukan RUU kepada DPR (pasal 5 aayt 1)
3. Menetapkan peraturan pemerintah (pasal 5 ayat 2)
4. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, AU (pasal 10)
5. Menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR (pasal 11 ayat 1)
6. Menyatakan keadaan bahaya ( (pasal 12)
7. Mengangkat duta dan konsul (pasal 13 ayat 1)
8. Member grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (pasal 14 ayat 1)
9. Member amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat 2)
10. Member gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan UU (pasal 15)
11. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangankepada presiden, yang selanjutnya diatur UU (pasal 16)
12. Mengangkat dan memberhentikan para menteri (pasal 17 ayat 2)
13. Membahas dan melakukan persetujuan bersama dengan DPR setiap rancangan UU (pasal 20 ayat 2)
14. Mengesahkan rancangan UU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU(pasal 20 ayat 4)
15. Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU (pasal 22 ayat 1)
16. Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 23 ayat 2)
17. Meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (pasal 25F ayat 1)
18. Menetapkan hakim agung yang diusulkan KY kepada DPR (pasal 24A ayat 3)


Hubungan Presiden dan MPR:
1. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR.
2. Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak dapat mengadakan siding, presiden dan wakil presiden bersumpah atau berjanji di depan pimpinan MPR disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung (MA).
3. Bila wakil presiden berhalangan, presiden dan / atau DPR (DPR) dapat meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengadakan siding khusus untuk memilih wakil presiden.
4. Presiden dan wakil presiden dapat diberhentikan oleh MPR sebelum habis masa jabatannya, baik ketika telah terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan / atau wakil presiden.
5. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil presiden, MPR memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh presiden.
6. Presiden dan wakil presiden menyampaikan penjelasan dalam siding paripurna MPR sebelum MPR memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian presiden dan / atau wakil presiden.
7. Presiden meresmikan keanggotaan MPR dengan keputusan presiden.




Hubungan presiden dan DPR:
1. Presiden bekerja sama dengan DPR, tetapi tidak bertanggung jawab kepada DPR dan tidak dapat membekukan dan / atau membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan presiden.
2. DPR berkewajiban mengawasi tindakan-tindakan presiden dalam menjalankan Hukum.
3. Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR.
4. DPR bersama dengan presiden menjalankan fungsi-fungsi legislasi.
5. Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
6. Presiden mengangkat duta dan menerima penempatan duta dari negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
7. Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
8. Presiden menetapkan hakim agung dan meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih dan disetujui DPR dan 3 orang hakim konstitusi yang diajukan DPR dan mengangkat dan memberhentikan anggota komisi yudisial dengan persetujuan DPR.

Hubungan presiden dengan KY:
Anggota KY ditetapkan dan disahkan oleh presiden dengan persetujuan DPR

TUGAS DAN KEWENANGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut :
a. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;
b. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta Pemilihan Umum;
c. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
d. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah pemilihan;
e. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
f. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
g. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:
h. tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.

KEANGGOTAAN KPU
Keanggotaan KPU terdiri dari Wakil Partai Politik peserta Pemilihan Umum masing-masing sebanyak 1 orang dan wakil Pemerintah sebanyak 5 orang.

Keanggotaan KPU wakil dari Partai Politik peserta Pemilihan Umum diusulkan oleh Pimpinan Pusat Partai Politik peserta Pemilihan Umum yang bersangkutan kepada Presiden.

Keanggotaan KPU wakil dari Partai Politik dan wakil dari Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Susunan Keanggotaan KPU terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Dua orang Wakil Ketua
Ketua dan Wakil-wakil Ketua, dipilih secara demokratis dari dan oleh Anggota KPU dalam
rapat pleno KPU. Masa kerja KPU adalah 5 tahun.