Thursday, June 7, 2012

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA


·   PENGERTIAN PERADILAN AGAMA
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009
yang dimaksud Peradilan Agama dalam undang-undang ini adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Peradilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Peradilan Agama adalah suatu daya upaya yang dilakukan untuk mencari keadilan atau menyelesaikan perkara-perkara tertentu bagi orang-orang yang beragama Islam melalui lembaga-lembaga yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

·   proses pemeriksaan di Peradilan Agama
1.Penetapan Majelis Hakim
2. Penunjukan Panitera Sidang
3. Penetapan Hari Sidang
4. Pemanggilan Para Pihak
5. Pelaksanaan Persidangan
6. Acara di Pengadilan Agama
7. Tahapan Persidangan
8. Pelaksanaan Putusan.

a.    Persiapan Persidangan
1. Penetapan Majelis Hakim
· Dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah proses registrasi perkara diselesaikan, Petugas Meja II menyampaikan berkas gugatan/permohonan kepada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.

· Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja ketua pengadilan menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut.

2. Penunjukan Panitera Sidang
Panitera pengadilan dapat menunjuk dirinya sendiri atau Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim dalam menangani perkara.

3. Penetapan Hari Sidang
· Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya segera diserahkan kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk.

· Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas selama 7 (tujuh) hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang.

· Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis Hakim harus memperhatikan jauh/dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat persidangan.

· Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat guguatan/permohonan didaftarkan di Pengadilan Agama. (Pasal 68 (1) dan 80 (1) UU No. 7/1989).

4. Pemanggilan Para Pihak
· Pemanggilan para pihak untuk menghadap sidang dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti kepada para pihak atau kuasanya di tempat tinggalnya.

· Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, maka surat panggilan diserahkan pada Lurah/Kepala Desa untuk diteruskan kepada yang bersangkutan.

· Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang paling sedikit 3 (hari) kerja.

· Apabila tempat kediaman orang yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilan dilaksanakan dengan melihat jenis perkaranya, yaitu :
1.    Perkara di bidang perkawinan : Dipanggil dengan pengumuman di media masa sebanyak 2 (dua) kali tayangan dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dengan pengumuman kedua. Dan tenggang waktu antara pengumuman terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan (Pasal 27 PP.9/1975 jo. Pasal 139 KHI).
2.    Perkara yang berkenaan dengan harta : Dipanggil melalui Bupati/Walikota dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama setempat dengan menempelkan surat panggilan pada papan pengumuman Bupati/Walikota dan papan pengumuman Pengadilan Agama (Pasal 390 (3) HIR/Pasal 718 (3) RBg).

· Pemanggilan terhadap tergugat/termohon yang berada di Luar Negri dikirim melalui Departemen Luar Negri cq. Dirjen dan Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negri dengan tembusan disampaikan kepada KBRI di Negara yang bersangkutan.

b. Pelaksanaan Persidangan
1.    Acara di Pengadilan Agama
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. (Pasal 54 UU No. 7/1989).

2.    Tahapan Persidangan
· Upaya Perdamaian dan Mediasi (Pasal 82 UU No. 9/1975 dan PERMA No. 1/2008).
· Pembacaan Surat Gugatan/Permohonan.
· Jawaban, Reflik, Duflik.
·Pembuktian.
· Khusus perkara perceraian dengan alasan perselisihan perlu didengar keterangan/saksi dari keluarga dan orang dekat dari kedua belah pihak (Pasal 22 PP. 9/1975 jo. Pasal UU No. 7/1989).
· Kesimpulan.
· Putusan.

c. Pelaksanaan Putusan.
1. Perkara Cerai Talak.
· Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, Ketua Majelis menetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak.
· Pemohon dan termohon dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. Dan termohon mengucapkan ikrar talak.
· Jika termohon telah dipanggil secara sah tidak datang atau tidak mengirim wakinya untuk datang, pemohon dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya termohon.
· Jika pemohon dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah dipanggil secara sah, maka gugurlah kekuatan putusan tersebut (Pasal 70 UU No. 7/1989).

2.Perkara yang berkenaan dengan Harta
· Jika putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan para pihak tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut dengan suka rela, maka pihak yang dimenangkan putusan tersebut mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama.
· Eksekusi dilaksanakan oleh Jurusita.

·         SYARAT PNS POLIGAMI
PP no. 10 tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari Pegawai Negeri Sipil.
(3) Pegawai Negeri Sipil wanita yang akan menjadi isteri kedua/ketiga/keempat dari bukan Pegawai Negeri Sipil, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(4) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diajukan secara tertulis.
(5) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat.
PP no. 45 tahun 1990 tentang Perubahan PP 10-1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, meniadakan butir 3 pasal 4  no. 10/1983
Pasal 4
(1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
(2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua/ketiga/keempat.
(3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
(4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang”.
Pasal 5 PP no. 10 tahun 1983
(1) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran tertulis.
(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian atau untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
PP no. 45 tahun 1990 Mengubah ketentuan ayat (2) Pasal 5 sehingga berbunyi sebagai berikut: (Perhatikan kalimat menjadi isteri kedua/ketiga/keempat ditiadakan)
“(2) Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud”.
Pasal 10
(1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini.
(2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
(3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah
a. ada persetujuan tertulis dari isteri;
b. Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
(4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila:
a. bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b. tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

  Prinsip – prinsip Hak Kekayaan Intelektual

1.                Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)
Pencipta sebuah karya atau orang lain yang membuahkan hasil kemampuan intelektualnya wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan diakui atas hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan pencipta berupa surat kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingannya yaitu hak eksklusif.

2.                Prinsip Ekonomi (the economic argument)
HKI merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia. Maksudnya, kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu sebagai keharusan untuk menunjang kehidupannya di dalam masyarakat.

3.                Prinsip Kebudayaan
Pengakuan atas kreasi, karya, karsa dan cipta manusia yang dibakukan dalam sistem HKI adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai perwujudan suasana yang diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.

4.                Prinsip Sosial
Hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berirdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain akan tetapi hukuim mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat.


·   SIFAT – SIFAT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

1. Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan
menjadi milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat
diperpanjang lagi, misalnya hak merek.

2. Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat
dipertahankan terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran
yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak
monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan
melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan ataupun
menggunakannya.


·   Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.    Hak cipta
yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.

2.     Hak kekayaan industri
Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :

a. Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.

b. Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.

c. Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri

d. Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi

e. Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi


·      Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah suatu Pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima, memeriksa dan memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain dibidang perniagaan.
Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga dibentuk pada  Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No. 97 Tahun 1999 dibentuk 4 (empat) Pengadilan Niaga, yaitu Pengadilan Niaga Medan, Pengadilan Niaga Ujung Pandang (Makasar), Pengadilan Niaga Semarang, dan Pengadilan Niaga Surabaya. Khusus wilayah hukum Pengadilan Niaga Medan meliputi wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Propinsi Nangro Aceh Darusallam.
Pembentukan Pengadilan Niaga mula – mula hanya memeriksa dan mengadili perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sedangkan kewenangan terhadap perkara perniagaan akan lainnya akan ditentukan dengan peraturan perundang – undangan. Perkara – perkara tersebut antara lain adalah perkara – perkara dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Penyelesaian sengketa HKI melalui Pengadilan Niaga diatur dalam Undang – Undang sebagai berikut :
·         Desain Industri (Pasal 46, dst).
·         Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 38, dst).
·         Paten (Pasal 117, dst).
·         Merek (Pasal 76, dst).
·         Cipta (Pasal 55, dst).
Catatan : Rahasia Dagang masuk kewenangan Pengadilan Negeri (Pasal 11, dst).


·      Pengalihan Dan Lisensi Hak Kekayaan Intelektual

Semua perubahan menyangkut kepemilikan atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI.
Sedangkan Lisensi adalah adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Kekayaan Intelektual kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Hak Kekayaan Intelektual yang diberi perlindungan dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu.
Pengalihan  Hak kekayaan Intelektual yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia mencakup:
  1. Pewarisan;
  2. Wasiat;
  3. Hibah;
  4. Perjanjian; atau
  5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pengalihan atas Hak Kekayaan Intelektual wajib dimohonkan pencatatannya kepada Ditjen HKI untuk dicatat dalam Daftar Umum Hak Kekayaan Intelektual terkait, dengan disertai dokumen-dokumen pendukung. Pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar yang telah dicatat, diumumkan dalam Berita Resmi Hak Kekayaan Intelektual  terkait. Tanpa dicatatkan dalam Daftar Umum , pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.


·         Subyek dan Obyek Hak Cipta
A. Subyek Hak Cipta
1. Pencipta
Seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2. Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas.

B. Obyek Hak Cipta
1. Ciptaan
Yaitu hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
  
Menurut undang-undang Hak Cipta yang dilindungi meliputi : 
·         Baku, program komputer, pamflet, perwajahan, karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain. 
·         Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. 
·         Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. 
·         Lagu atau musik dengan ada atau tanpa teks. 
·         Drama atau drama musikal (tari, keografi, pewayangan, dan pantomin). 
·         Seni rupa dan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolose, dan seni terapan. 
·         Arsitektur
·         Peta 
·         Seni batik 
·         Fotografi 
·         Sinematrografi
·         Terjemahan, tafsir, saduran, bunga serampai, database, dan karya lain dari pengaliwujudan. 


·      Hak moral dari hak cipta
Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat di hilangkan atau di hapus dengan alasan apapun, walupun hak cipta atau hak terkait telah di alihkan.


·      Sistem Pendaftaran Merek
pendaftaran merek dikenal dua macam sistem:
1. Sistem deklaratif (first to use)
Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama. Siapa pemakai pertama suatu merek dialah yang dianggap berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.

2. Sistem konstitutif (first to file)
Dalam sistem konstitutif, hak akan timbul apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Karena itu, dalam sistem ini pendaftaran merupakan suatu keharusan.

Sistem deklaratif adalah sistem pendaftaran yang hanya menimbulkan dugaan adanya hak sebagai pemakai pertama pada merek bersangkutan. Sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan sistem konstitutif berdasarkan pendaftaran pertama yang lebih memberikan perlindungan hukum. 

Sistem pendaftar konstitutif disebut juga first to file principle. Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama. Tidak semua merek dapat didaftarkan.  Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beretikad tidak baik. Pemohon beretikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak  dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran  menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen.  Yang dapat mendaftarkan merek adalah orang atau badan hukum. 

·      Merek yang Tidak Dapat Didaftar
1.    Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.
2.    Tidak memiliki daya pembeda.
3.    Telah menjadi milik umum.
4.    Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohon pendaftarannya.


·      Jangka Waktu
Jangka waktu perlindungan hukum merek diberikan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Permohonan perpanjangan diajukan secara tertulis kepada Dirjen HKI dalam jangka waktu 12 bulan sebelum berakhirnya perlindungan hukum bagi merek (tahun ke-9).


Invensi: adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.


·      Lingkup Paten
a. Invensi yang dapat diberi Paten
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, invensi yang dapat dimintakan perlindungan Paten adalah invensi yang:
  • Baru (novelty);
Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya (prior art atau the state of art). Pengungkapan bisa berupa uraian lisan, melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut.

  • Mengandung langkah inventif (inventive step);
Yaitu invensi yang bagi seseorang dengan keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan diajukan.

  • Dapat diterapkan dalam industri (industrial applicable),
yaitu invensi dapat diterapkan dalam industri sesuai dengan uraian dalam permohonan. Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik.

b. Invensi yang tidak dapat di-Paten-kan
Sebagai pengecualian, ada invensi-invensi yang tidak dapat dipatenkan, yakni :
  • proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan
  • metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan
    teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika
    1. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik
    2. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

Bentuk dan Lama Perlindungan
Bentuk perlindungan Paten adalah pemberian hak eksklusif bagi Pemegang Paten untuk:
a. Dalam hal Paten produk:
  • membuat;
  • menggunakan;
  • menjual;
  • mengimpor;
  • menyewakan;
  • menyerahkan; atau
  • menyediakan untuk dijual; atau
  • disewakan; atau
  • diserahkan

b. Dalam hal Paten proses:
menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Jangka waktu perlindungan untuk Paten adalah 20 (dua puluh) tahun tidak dapat diperpanjang, dan untuk Paten Sederhana 10 (sepuluh) tahun juga tidak dapat diperpanjang. Jangka waktu demikian dinilai cukup untuk memperoleh manfaat ekonomi yang wajar bagi pemegang Paten atau Paten Sederhana.


Perbedaan Paten dan Paten Sederhana
No.
Keterangan
Paten
Paten Sederhana
1.
Jumlah klaim
1 invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi
1 invensi
2.
Masa perlindungan
20 tahun terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan paten
10 tahun sejak tanggal penerimaan paten
3.
Pengumuman permohonan
18 bulan setelah tanggal penerimaan
3 bulan setelah tanggal penerimaan
4.
Jangka waktu pengajuan keberatan
6 bulan terhitung sejak diumumkan
3 bulan terhitung sejak diumumkan
5.
Pemeriksaan substantif
Kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industry
Kebaruan dan dapat diterapkan dalam industri
6.
Lama pemeriksaan substantif
36 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif
24 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan pemeriksaan substantif
7.
Objek paten
Proses, penggunaan, komposisi, dan produk
Produk atau alat kasat mata (tangible)






 
istilah passing off dengan infringement
·         Passing off: merupakan suatu upaya/tindakan/perbuatan  yang mengarah kepada adanya suatu pelanggaran dalam bidang hak atas kekayaan intelektual, dalam hal ini hukum merek.  Jadi dalam hal tersebut pelanggaran tersebut belumlah terjadi, baru merupakan usaha-usaha yang mengarah kepada terjadinya pelanggaran;

·         Infringement:  merupakan suatu tindakan yang termasuk pelanggaran dalam bidang hak atas kekayaan intelektual, dalam hal ini hukum merek.  Jadi dalam hal tersebut, pelanggaran itu telah terjadi.

Istilah Etiket Merek atau Trademark Etiquette berarti label atau tag. Etiket Merek adalah contoh merek dalam permohonan pendaftaran merek yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI”). Dalam permohonan pendaftaran merek di luar negeri, untuk menyebut etiket merek dikenal juga istilah ‘drawing’.

Mengenai penggunaan simbol-simbol TM atau R di sekitar merek, dalam praktik di dunia Internasional sebagaimana kami kutip dari buku “Membuat Sebuah Merek Pengantar Merek Untuk Usaha Kecil Dan Menengah” yang diterbitkan oleh World Intellectual Property Organization (hlm. 17) dijelaskan bahwa:  
Penggunaan ®, TM (Trade Mark), SM (Service Mark) atau simbol-simbol di samping sebuah merek bukan merupakan sebuah kewajiban dan biasanya tidak dapat diberikan perlindungan hukum. Namun demikian, simbol-simbol tersebut mungkin merupakan cara yang paling baik untuk menginformasikan kepada pihak lain bahwa tanda yang diberikan tersebut adalah merek dagang, yang kemudian memberi peringatan terhadap kemungkinan munculnya pelanggaran. Simbol ® digunakan jika merek tersebut sudah didaftarkan, sedangkan TM menunjukkan bahwa tanda yang menempeli kata-kata atau simbol lainnya merupakan merek dagang dari produk tersebut. SM kadang-kadang digunakan untuk merek jasa.
Pencantuman simbol ® hanyalah sebagai informasi untuk memberitahukan bahwa merek dagang tersebut sudah didaftarkan. Dan pencantuman TM hanya menunjukkan bahwa kata-kata atau simbol yang dicantumkan adalah merupakan merek dagang.

Sistem First to file dalam pemberian perlindungan merek
 Pada umumnya, negara-negara dengan sistem hukum Civil Law, termasuk Indonesia, menganut sistem First to file dalam memberikan hak merek. Berdasarkan sistem First to file tersebut, pemilik merek, termasuk merek terkenal, harus mendaftarkan mereknya di Ditjen HKI untuk memperoleh hak eksklusif atas mereknya dan perlindungan hukum. Hak eksklusif tidak dapat diperoleh pemilik merek hanya dengan menunjukan bukti-bukti bahwa ia adalah pemakai pertama merek tersebut di Indonesia. First-to-file system berarti bahwa pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran diberi prioritas untuk mendapatkan pendaftaran merek dan diakui sebagai pemilik merek yang sah.

Perlindungan merek terkenal yang tidak terdaftar dalam sistem pendaftaran merek
Untuk memenuhi komitmennya sebagai salah satu Negara anggota Konvensi Paris dan penanda tangan Perjanjian TRIPS, pemerintah Indonesia sejak 1997 telah melakukan beberapa kali perubahan terhadap UU Merek dan melengkapinya dengan pasal-pasal yang memberi wewenang kepada otoritas terkait yakni Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (“Ditjen HKI”), dalam hal ini Direktorat Merek, untuk melindungi merek terkenal dengan menolak permohonan pendaftaran merek yang mengandung persamaan baik pada pokoknya maupun secara keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain terutama untuk barang dan/atau jasa sejenis. Dalam UU Merek yang saat ini berlaku, kewenangan melindungi merek terkenal tersebut diberikan melalui Pasal 4, Pasal 6 ayat (1) huruf b dan Pasal 6 ayat (2).

Baik Konvensi Paris maupun Perjanjian TRIPS tidak memberi definisi yang baku mengenai kriteria merek terkenal ini. Masing-masing Negara anggota bebas merumuskan kriteria untuk menentukan apakah sebuah merek dapat dikategorikan sebagai merek terkenal. Mengenai hal ini, UU Merek dalam Penjelasannya melengkapi ketentuan pada Pasal 6 ayat (1) huruf b sebagai berikut:

“Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Di samping itu, diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.“

Terkait pelaksanaan Pasal 4, dan Pasal 6 ayat (1) huruf b oleh Ditjen HKI, bagi pemilik merek terkenal yang dapat menunjukkan bukti-bukti keterkenalan mereknya, UU Merek menyediakan mekanisme pembatalan pendaftaran merek melalui pengadilan niaga dan oposisi (Pengajuan Keberatan), apabila merek terkenal mereka terlanjur didaftarkan atau diajukan permohonan pendaftarannya di Indonesia oleh pihak lain yang beriktikad buruk.

Undang-Undang Merek memungkinkan pemilik merek terkenal yang asli untuk mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek melalui pengadilan niaga, berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 6 ayat (1) huruf b walaupun ia tidak memiliki pendaftaran merek. Bagi pemilik merek terkenal yang belum memiliki pendaftaran merek, dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran setelah mengajukan permohonan pendaftaran mereknya kepada Ditjen HKI (Pasal 68 ayat [2] UU Merek). Dengan pengajuan permohonan, pemilik merek terkenal dianggap memiliki iktikad baik untuk mengikuti peraturan yang berlaku dengan mendaftarkan dan memakai mereknya di Indonesia.

Suatu tindakan pelanggaran program komputer terjadi apabila dipenuhi unsur-unsur berikut:
1.       Melakukan perbanyakan perangkat lunak (menggandakan atau menyalin program komputer dalam bentuk source code atau pun program aplikasinya);

2.       Perbanyakan perangkat lunak dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak (artinya tidak memiliki hak ciptaan atau lisensi hak cipta untuk menggunakan atau memperbanyak perangkat lunak);

3.       Perbanyakan perangkat lunak dilakukan untuk kepentingan komersial (kepentingan komersial diterjemahkan secara praktek adalah perangkat lunak tersebut digunakan untuk kepentingan komersial, diperjualbelikan, disewakan atau cara-cara lain yang menguntungkan pelaku perbanyakan secara komersial).


1.      Merujuk pada Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (“UUHC”), yang berbunyi:
a.      Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
b.      Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan, tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
c.      Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

Dari ketentuan pasal tersebut jelas bahwa negara akan menjadi pemegang hak cipta dalam hal:
-         Ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan;
-         Ciptaan telah diterbitkan namun tidak diketahui penciptanya dan/atau penerbitnya.

2.      Anda boleh menggunakan karya cipta tersebut (yang tidak diketahui penciptanya) dalam jingle iklan radio maupu televisi apabila telah mendapatkan izin dari pemegang hak cipta. Mengenai siapa pemegang hak ciptanya, Anda dapat kembali merujuk pada Pasal 11 UUHC.

3.      Mengenai bagaimana agar Anda tidak melanggar hak cipta ketika mengumumkan dan/atau memperbanyak suatu karya cipta sekaligus untuk menelusuri pencipta dan/atau pemegang hak cipta yang tidak terdaftar di Daftar Umum Hak Cipta di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, misalnya lagu “Pok Ame-ame”, yang dapat Anda lakukan adalah:
a.      Meminta izin dari penerbit pertamanya; atau
b.      Kalau masih belum diketahui dan tidak yakin siapa pemegang hak ciptanya, bisa melakukan pengumuman di surat kabar nasional, dengan memberikan jangka waktu yang patut (kira-kira 14 hari). Hal ini dilakukan untuk mengumumkan kepada publik agar dapat memberitahukan (kepada pihak yang melakukan pengumuman) apabila karya cipta yang dimumkan tersebut merupakan ciptaannya.

Dalam hal pihak yang merasa sebagai pemegang hak cipta yang belum terdaftar, maka yang bersangkutan harus membuktikan bahwa benar karya cipta tersebut adalah ciptaannya.


Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”) berlaku secara teritorial dan perlindungan hukum yang lahir dari pendaftaran HKI hanya diberikan terbatas di negara di mana HKI yang bersangkutan didaftarkan (berlaku pada paten, merek, dan desain industri).  Lingkup perlindungan HKI tidak selalu sama setiap negara begitu pula dengan kriteria pemberian HKI. Karenanya, untuk merek atau paten yang didaftarkan di AS maka perlindungan merek atau penemuan hanya berlaku di AS. Untuk mendapat perlindungan hukum di Negara lain, penemu perlu mengajukan permohonan paten dan pendaftaran HKI di masing-masing Negara yang diinginkan, yaitu di Negara di mana ia memiliki aktivitas komersial atas produk/jasa/penemuannya. Aktivitas komersial dapat berupa penjualan, produksi, impor, baik secara langsung maupun melalui lisensi. Paten maupun pendaftaran HKI tidak dapat ditransfer dari suatu negara ke negara lain.

Berbeda dengan Hak Cipta, baik Indonesia maupun AS merupakan negara  anggota The Berne Convention for the protection of Artistic and Literary Works (“The Berne Convention”). Treaty ini mewajibkan Negara anggotanya untuk memberikan kepada warga Negara dari seluruh anggota Berne Convention, perlakuan  yang sama seperti yang diberikan kepada warga negaranya sendiri (prinsip “national treatment”). Karenanya, ciptaan yang dipublikasikan pertama kali di AS harus diberi perlindungan yang sama di setiap Negara anggota Berne Convention, termasuk Indonesia, seperti yang Indonesia berikan kepada warga negaranya sendiri. Hak cipta dilindungi tanpa harus didaftarkan terlebih dahulu. Hal ini berlaku di semua Negara anggota Berne Convention. Hak cipta diberikan begitu sebuah ciptaan dilahirkan.


 Perbedaan discovery dan invention
discovery :
suatu penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang.
Misalnya penemuan benua Amerika. Sebenarnya benua Amerika itu sudah lama ada, tetapi baru ditemukan oleh Columbus pada tahun 1492, maka dikatakan Columbus menemukan benua Amerika, artinya orang Eropa yang pertama menjumpai benua Amerika.

Invention:
suatu penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Benda atau hal yang ditemui itu benar-benar sebelumnya belum ada, kemudian diadakan dengan hasil kreasi baru. Misalnya penemuan teori belajar, teori pendidikan, teknik pembuatan barang dari plastik, mode pakaian, dan sebagainya. Tentu saja munculnya ide atau kreativitas berdasarkan hasil pengamatan, pengalaman, dari hal-hal yang sudah ada, tetapi wujud yang ditemukannya benar-benar baru.

patent-blocking: yaitu keadaan dimana suatu paten tidak bisa diaplikasikan karena memerlukan pengaplikasian paten milik pihak lain yang tidak mau melisensikan patennya tersebut dengan tujuan untuk menghalangi penerapan dan pengembangan produk dari kompetitornya.