Saturday, January 4, 2014

Lasik : Ku Tak Butuh Kacamata dan Softlense Lagi

Saya ingin berbagi cerita tentang lasik. Setahun lalu saya menjalani lasik di Klinik Mata Nusantara. Saya berkacamata sejak SD, pada awalnya minus 1,5 dan kemudian minusnya naik terus hingga terakhir menjadi minus 5.
 Pertama kali saya mengetahui lasik melalui majalah, namun usia saya pada waktu itu belum mencukupi, karena usia yang boleh lasik minimal 18 tahun, karena pada usia itu pertumbuhan mulai berhenti. Maka saya harus bersabar menunggu hingga usia saya mencukupi. Segala macam upaya telah saya lakukan agar minus saya berkurang, namun tetap saja minusnya tidak berkurang dan malah cenderung naik terus. Saya merasa lasik merupakan satu-satunya cara untuk terlepas dari kacamata dan softlense.

Akhirnya pada usia saya 20 tahun, saya memutuskan untuk dilasik. Pertama saya mencari referensi terlebih dahulu rumah sakit mata mana yang menyediakan fasilitas lasik terbaik. Dan pilihan saya jatuh pada KMN (klinik mata nusantara). Mereka menggunakan alat terbaru dan memberikan garansi seumur hidup. Berhubung karna KMN tidak ada di kota saya, maka saya ke Jakarta untuk melakukan lasik. Waktu itu saya ke KMN Lebak Bulus. Pelayanan disana bagus, perawatnya ramah-ramah, dan tempatnya pun nyaman. 

Pertama kesana saya melakukan konsultasi lasik terlebih dahulu, dokter disana sangat banyak. Jadi kita bisa milih dokternya. Awalnya saya milih Dr Annette Mariza, namun karena pasiennya udah full jadi nggak bisa melakukan konsultasi pada hari itu. Kemudian saya memilih alternastif lain, saya memilih Dr. Upik Mahna Dewi. Sebelum konsul, dilakukan pemeriksaan mata biasa, untuk mengukur minus mata. Kemudian masuk ke ruangan praktek dokter, konsultasi masalah mata, alasan ingin dilasik dan bla bla bla. Kemudian jika kita memang ingin untuk dilasik, dokternya akan menyuruh untuk melakukan pemeriksaan awal apakah si pasien layak untuk dilasik atau tidak. 
Hmm, saya sedikit lupa detailnya pada pemeriksaan persiapan tersebut karena terlalu banyak dan cukup melelahkan. Diantaranya ada pemeriksaan ketebalan kornea mata, jika kornea mata terlalu tipis maka anda tidak bisa dilasik. Kemudian pemeriksaan darah, seperti pemeriksaan sebelum operasi pada umumnya. Kemudian pemeriksaan kelembapan mata. Pada waktu itu mata saya cenderung kering, namun masih masuk dalam keadaan yang masih bosa ditolerir. Salah satu penyebab mata kering karena saya suka make softlense. Oiyaa, sebelum melakukan pemeriksaan pasien tidak boleh menggunakan softlense kira-kira 1-3 bulan sebelum melakukan pemeriksaan, saya lupa berapa lama tepatnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan kemudian konsul lagi dengan dokternya. Saya dinyatakan layak untuk dilasik. Setelah hari dan waktunya ditentukan, saya pulang dan disuruh untuk istirahat mata sejenak. 

Tibalah saat yang dinanti-nanti. Saatnya operasi. Pas operasi saya agak kaget, karena begitu cepat. Turun dari mobil langsung ke lobi, melakukan registrasi dan langsung masuk ke ruang operasi dengan menggunakan baju operasi. Ini yang membuat jantung saya rasanya mau copot. Karena begitu cepat. Sebelum operasi dibius terlebih dahulu. Biusnya bius lokal, nggak disuntik. Cukup ditetesi saja ke mata. Kemudian masuk ke ruangan operasi. Ada 2 alat besar disana. Alat lasiknya. Hhmm, bagian ini saya juga agak lupa. Awalnya bulu mata dilem agar tidak menggangu. Kemudian lapisan mata dibedah klo nggak salah namanya flip. Kemudian dilasik/dilaser. Pas dilasik nanti mata kita disuruh untuk fokus agar lasernya tepat pada sasaran. Hmmm, saya benar-benar lupa pada bagian ini. Mungkin karena peristiwanya begitu cepat dan saya nggak bisa lihat secara langsung apa yang dilakukan. Operasinya hanya memakan waktu 20 menit. Bahkan keluarga saya yang nunggu di ruang tunggu di lantai atas sampai binggung, ketika saya keluar. Saya jalan sendiri dari ruang operasi, naik lift sendirian dan pergi ke ruang tunggu.

Setelah melakukan pembayaran, dan diberikan berbagai macam obat dan kacamata hitam gratis, saatnya untuk pulang. Mata saya masih rabun, namun tidak sekabur sebelumnya. Kalau awalnya saya minus 5, mungkin setelah operasi jadi minus 3. Dalam perjalanan pulang mata saya mulai terasa perih, sepertinya biusnya sudah mulai habis. Sesampainya di rumah, mata saya terasa sangat perih, hingga saya nggak sanggup untuk membuka mata. Bagi saya ini tidak masalah, asalkan nantinya saya bisa melihat tanpa bantuan kacamata atau softlense, rasa sakitnya masih bisa saya tahan. Oiyaa, bagi yang ingin melakukan lasik saya sarankan untuk lasik pada sore atau kalau bisa malam hari. Karena setelah operasi mata anda akan sensitif dengan cahaya. Dan agar setelah operasi anda bisa tidur, jadi tidak terlalu merasakan sakitnya. 

Besok harinya mata saya terasa baikan, tidak terlalu perih, hanya merasa ada butiran pasir di mata. Dan matapun masih rabun. Setelah operasi dilakukan beberapa kali check up yaitu H-1, seminggu setelah operasi, sebulan setelah operasi, dan tiga bulan setelah operasi. Untuk 1 bulan setelah operasi, jika ingin keluar ruangan pada siang hari saya harus menggunakan kacamata hitam dan menggunakan beberapa macam obat tetes. 

Minus mata saya berangsur-angsur berkurang. Hingga pada pemeriksaan setelah 3 bulan pasca operasi, mata saya dinyatakan minusnya hilang menjadi 0. Itu merupakan anugerah yang luar biasa bagi saya karena bisa melihat normal kembali, tanpa kacamata dan soflense.