Maka seseorang mukmin yang percaya
kepada takdir, tidak sepatutnya merasa kecewa dan berkecil hati bila tertimpa
sesuatu musibah dalam harta kekayaannya, kesehatan jasmaninya atau keadaan
keluarganya. Ia harus menerima cobaan Allah itu dengan penuh kesabaran dan
tawakal seraya memohon kepada Yang Maha Kuasa agar melindunginya dan mengampuni
segala dosanya.
Dan sebaliknya bila seseorang mukmin
memperoleh nikmat dan kurnia Allah berupa perluasan rezeki, kesempurnaan
kesihatan dan kesejahteraan keluarga, ia tidak sepatutnya memperlihatkan
sukacita dan kegembiraan yang berlebih-lebihan. Ia bahkan harus bersyukur
kepada Allah dengan melipat gandakan amal solehnya sambil menyedarkan diri
bahawa apa yang diperolehnya itu kadang-kadang boleh tercabut kembali bila
Allah menghendakinya. Lihatlah sebagaimana teladan Nabi Yusuf yang telah
kehilangan iman dan tawakalnya kepada Allah sewaktu berada seorang diri di
dalam perigi mahupun sewaktu merengkok di dalam penjara, demikian pula sewaktu
dia berada dalam suasana kebesarannya sebagai Penguasa Kerajaan Mesir, ia tidak
disilaukan oleh kenikmatan duniawinya dan kekuasaan besar yang berada di
tangannya. Dalam kedua keadaan itu ia tidak melupakan harapan, syukur dan
pujaan kepada Allah dan sedar bahawa dirinya sebagai makhluk yang lemah tidak
berkuasa mempertahankan segala kenikmatan yang diperolehnya atau menghindarkan
diri dari musibah dan penderitaan yang Allah limpahkan kepadanya. Ia
mengembalikan semuanya itu kepada takdir dan kehendak Allah Yang Maha Kuasa.
Nabi Yusuf telah memberi contoh dan
teladan bagi kemurnian jiwanya dan keteguhan hatinya tatkala menghadapi godaan
Zulaikha, isteri ketua Polis Mesir, majikannya. Ia diajak berbuat maksiat oleh
Zulaikha seorang isteri yang masih muda belia, cantik dan berpengaruh, sedang
ia sendiri berada dalam puncak kemudaannya, di mana biasanya nafsu berahi
seseorang masih berada di tingkat puncaknya. Akan tetapi ia dapat menguasai
dirinya dan dapat mengawal nafsu kemudaannya, menolak ajak isteri yang menjadi
majikannya itu, kerana ia takut kepada Allah dan tidak mahu mengkhianati
majikannya yang telah berbuat budi kepadanya dirinya dan memperlakukannya
seolah-olah anggota keluarganya sendiri. Sebagai akibat penolakannya itu ia
rela dipenjarakan demi mempertahankan keluhuran budinya, keteguhan imannya dan
kemurnian jiwanya.
Nabi Yusuf memberi contoh tentang
sifat seorang kesatria yang enggan dikeluarkan dari penjara sebelum
persoalannya dengan Zulaikha dijernihkan. Ia tidak mau dikeluarkan dari penjara
kerana memperoleh pengampunan dari Raja, tetapi ia ingin dikeluarkan sebagai
orang yang bersih, suci dan tidak berdosa. Kerananya ia sebelum menerima
undangan raja kepadanya untuk datang ke istana, ia menuntut agar diselidik
lebih dahulu tuduhan-tuduhan palsu dan fitnah-memfitnah yang dilekatkan orang
kepada dirinya dan dijadikannya alasan untuk memenjarakannya. Terpaksalah raja
Mesir yang memerlukan Yusuf sebagai penasihatnya, memerintahkan penyusutan
kembali peristiwa Yusuf dengan Zulaikha yang akhirnya dengan terungkapnya kejadian
yang sebenar, di mana mereka bersalah dan memfitnah mengakui bahawa Yusuf
adalah seorang yang bersih suci dan tidak berdosa dan bahawa apa yang
dituduhkan kepadanya itu adalah palsu belaka.
Suatu sifat utama pembawaan jiwa
besar Nabi Yusuf yang menonjol tatkala ia menerima saudara-saudaranya yang
datang ke Mesir untuk memperolehi hak pembelian gandum dari gudang pemerintah
kerajaan Mesir. Nabi Yusuf pada masa itu, kalau ia mau ia dapat melakukan
pembalasan terhadap saudara-saudaranya yang telah melemparkannya ke dalam
sebuah perigi dan memisahkannya dari ayahnya yang sangat dicintai. Namun
sebaliknya ia bahkan menerima mereka dengan ramah-tamah dan melayani keperluan
mereka dengan penuh kasih sayang, seolah-olah tidak pernah terjadi apa yang
telah dialami akibat tindakan saudara- saudaranya yang kejam dan tidak
berperikemanusiaan. Demikianlah Nabi Yusuf dengan jiwa besarnya telah melupakan
semua penderitaan pahit yang telah dialaminya akibat tindakan
saudara-saudaranya itu dengan memberi pengampunan kepada mereka, padahal ia
berada dalam keadaan yang memungkinkannya melakukan pembalasan yang setimpal.
Dan pengampunan yang demikian itulah yang akan berkesan kepada orang yang
diampuni dan yang telah dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam beberapa ayat
Al-Quran dan beberapa hadis nabawi.
sumber: http://harmoni-my.org/arkib/kisahnabi/index.htm#page=kisahnabiyusufas.htm
Yusuf sadar akan pentingnya kesucian sblm menikah..dan sesudah menikah 1 istri saja....tdk hidup poligami..beruntunglah perempuan yg menjadi istri yusuf...namun celaka perempuan yg mempunyai suami poligami....
ReplyDelete