ASAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH
Asas-asas
untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 3 (tiga), yaitu:
1. Desentralisasi
1. Desentralisasi
yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.Dekonsentrasi
yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi
vertikal di wilayah tertentu.
3.Tugas Pembantuan
yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa,
dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
PERBEDAAN DESENTRALISASI DEKONSENTRASI, DAN TUGAS PEMBANTUAN
DESENTRALISASI:
1. Transfer of authority
2. policy making and policy executing
3. yang diserahi adalah satuan politik atas dasar wilayah—masyarakat hukum yang disebut sebagai daerah otonom.
4. munculnya lembaga representative di tingkat lokal dengan pemilihan (election system)
5. wilayahnya dibentuk dalam jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Terdapat otonomi karena adanya penyerahan wewenang pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
7. Keputusan pejabat dalam pemerintahan daerah tidak dapat langsung dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
8. Hubungan yang terjadi antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom adalah hubungan antar Organisasi
DEKONSENTRASI:
1. delegation of authority
2. policy executing authority only
3. yang diserahi adalah pejabat pusat ditempatkan di pelosok tanah air.
4. munculnya aparat pusat di pelosok tanah air yang dilakukan dengan penunjukan (appointment system)
5. aparat pusat tersebut memiliki wilayah kerja dengan jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Wilayahnya disebut wilayah administrasi
7. Keputusan pejabat lokal dapat ditiadakan atau dibatalkan oleh pejabat atasannya.
8. Hubungan yang terjadi antara Pejabat yang tersebar di pelosok tanah air dengan atasannya adalah hubungan intra organisasi
1. Transfer of authority
2. policy making and policy executing
3. yang diserahi adalah satuan politik atas dasar wilayah—masyarakat hukum yang disebut sebagai daerah otonom.
4. munculnya lembaga representative di tingkat lokal dengan pemilihan (election system)
5. wilayahnya dibentuk dalam jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Terdapat otonomi karena adanya penyerahan wewenang pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
7. Keputusan pejabat dalam pemerintahan daerah tidak dapat langsung dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
8. Hubungan yang terjadi antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom adalah hubungan antar Organisasi
DEKONSENTRASI:
1. delegation of authority
2. policy executing authority only
3. yang diserahi adalah pejabat pusat ditempatkan di pelosok tanah air.
4. munculnya aparat pusat di pelosok tanah air yang dilakukan dengan penunjukan (appointment system)
5. aparat pusat tersebut memiliki wilayah kerja dengan jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Wilayahnya disebut wilayah administrasi
7. Keputusan pejabat lokal dapat ditiadakan atau dibatalkan oleh pejabat atasannya.
8. Hubungan yang terjadi antara Pejabat yang tersebar di pelosok tanah air dengan atasannya adalah hubungan intra organisasi
Tugas
Pembantuan (Medebewind):
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :
1. untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.
2. bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya
1. untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.
2. bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya
SISTEM
RUMAH TANGGA DAERAH
Sistem rumah tangga daerah dapat
dibagi menjadi 3 sistem, yaitu:
1. Sistem Rumah Tangga Materil
Sistem
rumah tangga materil adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam
Undang-undang dan turunan hirarki dibawahnya. Sistem ini berpangkal tolak dari
pemikiran bahwa antara antara urusan pemerintah pusat dan daerah dapat
dibedakan yang selanjutnya dituangkan dalam landasan hukum yang mangikat terhadap
urusan tersebut. Dalam pasal 10 dan 13 UU No. 32 Tahun 22004 tentang
Pemerintahan Daerah, dijelaskan secara normatif urusan-urusan mana yang menjadi
domain pemerintah pusat dan daerah. Sistem ini tidak memberikan kebebasan dan
kemandirian daerah otonom. Urusan-urusan tersebut diberikan kepada pemerintah
daerah selaku yang berwenang di daerah otonom oleh pemerintah pusat, jadi
hak-hak dasar sebuah negara otonom tidak terpenuhi oleh sistem ini.
Contohnya
dalam pasal 13 UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah, urusan
penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah,
namun standarisasi kelulusan siswa ditentukan oleh pemerintah pusat.
2. Sistem Rumah Tangga Formil
Sistem
rumah tangga formil adalah pembagian tugas, wewenag dan tanggungjaawab antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dijelaskan secara rinci.
Artinya, sebuah urusan pemerintahan diserahkan kepada pemerintah daerah dengan
mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektivitas. Sistem ini mempunyai
landasan pemikiran bahwa tidak ada perbedaan antara urusan pemerintah pusat
atau daeran. Namun, sistem ini telah lebih baik daripada sistem rumah tangga
materil, karena unsur-unsur pemberian hak kemandirian dan kebesadan daerah
otonom dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
3. Sistem Rumah Tangga Rill (Nyata)
Sistem
rumah tangga rill adalah pembagian, tugas, wewenang dan tanggungjawab antara
pemerintah pusat dengan daerah yang mengambil jalan tengah dari sistem rumah
tangga materil dan sistem rumah tangga formil. Dalam konsepnya, sistem ini
lebih banyak memakai azas sistem rumah tangga formil, dimana dalam urusan rumah
tangga formil ini menjamin kebebasab dan kemandirian daerah otonom. Sedangkan
azas sistem rumah tangga materil yang diadopsi adalah dalam hal urusan yang
bersifat umum yang prinsipnya dijelaskan secara normatif dalam Undang-undang.
TUJUAN
OTONOMI DAERAH
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada
daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara
Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6. Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penyelenggaraan desentralisasi
mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan
daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada
pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang
sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan
tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara
keseluruhan,yakni urusan pemerintahan yang terdiri dari :
1. Politik Luar Negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga
negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan
perdagangan luar negeri, dan sebagainya;
2. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
3. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya;
4. Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya;
5. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;
6. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.
Di samping itu terdapat bagian urusan
pemerintah yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya
dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent
senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat,
ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang
diserahkan kepada kabupaten/kota.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent
secara proporsional antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maka
kriteria yang dapat digunakan antara lain meliputi :
eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian
hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka
urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota. Apabila
bersifat regional menjadi kewenangan provinsi dan apabila bersifat nasional
menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan
adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari
urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan
bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil,dana, dan peralatan) untuk
mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam
penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan
oleh provinsi dan /atau kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh
pemerintah pusat, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada provinsi
dan/atau kabupaten/kota.Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih
berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, maka
bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat.
Untuk itu, pembagian bagian urusan harus
disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian
urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya guna dan hasil guna tersebut dilihat
dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya risiko
yang harus dihadapi. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan
pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda , bersifat
saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interdependensi)
dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan
memperhatikan cakupan kemanfaatan.
Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana
tersebut di atas, ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan/atau pengakuan atas
usul daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintahan yang akan diatur
dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut, pemerintah akan melakukan
verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengaturan atas bagian urusan
yang akan dilaksanakan oleh daerah.
Konsekuensi dari pendekatan tersebut adalah bahwa untuk pelayanan yang bersifat
dasar (basic services) maupun pelayanan-pelayanan untuk pengembangan
usaha ekonomi masyarakat atas pertimbangan efisiensi, akuntabilitas dan
eksternalitas yang bersifat lokal seyogyanya menjadi urusan kabupaten/kota,
yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi urusan provinsi dan yang bersifat
lintas provinsi menjadi kewenangan pusat. Untuk mencegah suatu daerah
menghindari sesuatu urusan yang sebenarnya esensial untuk daerah tersebut, maka
perlu adanya penentuan standar urusan dasar atau pokok yang harus dilakukan
oleh suatu daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat seperti
pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Dalam Bab III Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
ditegaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang
tentang pemerintahan daerah ini ditentukan menjadi urusan pemerintah (politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan
agama). Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah
dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan
dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan
desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan
urusan pilihan.
Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan
pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan hak dasar,
kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar minimal, prasarana lingkungan dasar,
sedangkan urusan pemerintahan pilihan
terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi
(pasal 13) merupakan urusan dalam skala propinsi yang meliputi :
1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
7. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
termasuk lintas kabupaten/kota;
10. pengendalian lingkungan hidup;
11. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/ kota;
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan
oleh kabupaten/kota;
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
kabupaten/kota (pasal 14)
merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi :
1. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4. penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. penanganan bidang kesehatan;
6. penyelenggaraan pendidikan;
7. penanggulangan masalah sosial;
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
10. pengendalian lingkungan hidup;
11. pelayanan pertanahan;
12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. pelayanan administrasi penanaman modal;
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan
pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah.
KELEMAHAN PILKADA
LANGSUNG:
- Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap
pelaksanaan pilkada. Dengan
memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka
dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu
di lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal
tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada
masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan
uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan
seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah
hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk
menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.
- Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh yaitu pegawai
pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon.
Hal ini sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan pemilu.
- Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal
sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai
cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk
bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan
keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati
pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu
media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan
visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum
dimulai.
- Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena
kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan
sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka
hanya “manut” dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya.
Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak
integritas daerah tersebut.
FUNGSI DPR
Pasal 41
DPRD memiliki fungsi
1. Legislasi: berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
2. anggaran: Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)
3. pengawasan: Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
1. Legislasi: berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
2. anggaran: Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)
3. pengawasan: Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah
HAK DPRD
Pasal 43
(1) DPRD mempunyai hak:
1. interpelasi; hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.
2. angket; pelaksanaan fungsi pengawasan
1. interpelasi; hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.
2. angket; pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD untuk melakukan
penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang
penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. menyatakan pendapat; hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.
HAK ANGGOTA DPRD
Pasal 44
(1) Anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan Perda;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan
administrative
No comments:
Post a Comment