TIPE NEGARA HUKUM
Ada
3 tipe Negara hukum, yaitu :
1. tipe Negara Hukum Liberal
Tipe Negara hukum Liberal ini menghandaki suopaya Negara berstatus pasif artinya abhwa warga Negara harus tunduk pada peraturan-peraturan Negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum Liberal menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi penguasa.
Tipe Negara hukum Liberal ini menghandaki suopaya Negara berstatus pasif artinya abhwa warga Negara harus tunduk pada peraturan-peraturan Negara. Penguasa dalam bertindak sesuai dengan hukum. Disini kaum Liberal menghendaki agar penguasa dan yang dikuasai ada suatu persetujuan dalam bentuk hukum, serta persetujuan yang menjadi penguasa.
2. tipe Negara Hukum Formil
Negara hukum Formil yaitu Negara hukum yang mendapatkan pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara Hukum formil ini disabut juga dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.
Negara hukum Formil yaitu Negara hukum yang mendapatkan pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara Hukum formil ini disabut juga dengan Negara demokratis yang berlandaskan Negara hukum.
3. tipe Negara Hukum Materiil
Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang atat berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum Materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas Opportunitas.
Negara Hukum Materiil sebenarnya merupakan perkembangan lebih lanjut dari Negara Hukum Formil; tindakan penguasa harus berdasarkan undang-undang atat berlaku asas legalitas, maka dalam negara hukum Materiil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi kepentingan warga Negara dibenarkan bertindak menyimpang dari undang-undang atau berlaku asas Opportunitas.
Negara
Hukum Pancasila
Ciri-ciri:
- Hubungan yang erat antara agama dan negara
- Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebebasan agama dalam arti positif
- Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang
- Asas kekeluargaan dan kerukunan
Unsur-unsur
Utama:
- Pancasila
- MPR
- Sistem Konstitusi
- Persamaan dan
- Peradilan Bebas
F.J. Stahl
dengan konsep Negara Hukum Formal menyusun unsur-unsur Negara hukum adalah :
a. Mengakui dan melindungi
hak-hak asasi manusia;
b. Untuk melindungi hak
asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan pada teori trias politica;
c. Dalam menjalankan
tugasnya, pemerintah berdasar atas undang-undang (wetmatig bestuur);
d. Apabila dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih melanggar hak
asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang), maka ada
pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.
A.V. Dicey
menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya
dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy
of Law.
2. Equality
before the law.
3. Due
Process of Law.
Jimly Ashshiddiqie
menuliskan kembali prinsip-prinsip negara hukum dengan menggabungkan pendapat
dari sarjana-sarjana Anglo-Saxon dengan sarjana-sarjana Eropa Kontinental.
Menurutnya dalam negara hukum pada arti yang sebenarnya, harus memuat dua belas
prinsip, yakni:
1. Supremasi Hukum (Suprermacy of Law).
Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakekatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi, The Rule of Law and not of man.
Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakekatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi, The Rule of Law and not of man.
2. Persamaan dalam hukum (Equality before the Law).
Setiap orang berkedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan. Sikap diskrimatif dilarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang disebut affirmative action, yakni tindakan yang mendorong dan mempercepat kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan, sehingga mencapai perkembangan yang lebih maju dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang telah lebih maju.
3. Asas Legalitas (Due Process of Law).
Segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Setiap perbuatan administrasi harus didasarkan atas aturan atau rules and procedurs (regels). Namun, disamping prinsip ini ada asas frijsermessen yang memungkinkan para pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri beleid-regels atau policy rules yang berlaku secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.
4. Pembatasan kekuasaan.
Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisahkan kekuasaan ke cabang-cabang yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Dapat juga dilakukan pembatasan dengan cara membagikan kekuasaan negara secara vertikal, dengan begitu kekuasaan negara tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi yang bisa menimbulkan kesewenang-wenangan. Akhirnya falsafah power tends to corrupt, and absolut power corrupts absolutly bisa dihindari.
5. Organ-organ eksekutif independen.
Independensi lembaga atau organ-organ dianggap penting untuk menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Misalnya, tentara harus independen agar fungsinya sebagai pemegang senjata tidak disalahgunakan untuk menumpas aspirasi pro-demokrasi.
6. Peradilan bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary).
Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Namun demikian, hakim harus tetap terbuka dalam pemeriksaan perkara dan menghayati nilai-nilai keadilan dalam menjatuhkan putusan.
7. Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan administrasi negara ini juga menjadi penjamin bagi rakyat agar tidak di zalimi oleh negara melalui keputusan pejabat administrasi negara.
8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court).
Pentingnya Constitutional Court adalah dalam upaya untuk memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisahkan untuk menjamin demokrasi.
9. Perlindungan hak asasi manusia.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.
10. Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat).
Negara hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara demokratis harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum. Jadi negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah negara hukum yang absolut (absolute rechtsstaat) melainkan negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat).
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat).
Sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bernegara Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Negara hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak terjebak pada rule-driven, melainkan mission driven, tetapi mission driven yang didasarkan atas aturan.
12. Transparansi dan kontrol sosial.
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung.
Prinsip dalam Negara Hukum Islam
(Nomokrasi)
a. Prinsip Musyawarah
pemerintahan yang dibentuk
berdasarkan musyawarah ini mengacu kepada Quran Surah Ali Imraan (3) ay.159
b. Prinsip Keadilan
pemerintahan
yang mengutamakan keadilan, mengangkat pemimpin yang berlaku adil sesuai dengan
Quran Surah Al Maidah (5) ay.6
c. Prinsip Amanah
c. Prinsip Amanah
Prinsip
amanah khususnya dikaitkan dengann kepemimpinan dalam Islam. Islam mengutamakan
pada model amanah untuk mengangkat pem,impin yang dalam hal ini diperoleh dari
hasil musyawarah para tokoh masyarakatnya.
d. Prinsip Penegakan Hukum
d. Prinsip Penegakan Hukum
Prinsip
pengakuan atas negara berdasarkan hukum menundukkan siapapun termasuk pemimpin
pada aturan hukum yang telah diturunkan oleh Allah dalam Quran serta aturan
yang dibentuk oleh manusia selaku pemimpin. Quran menjelaskan secara tegas
dalam surah An-Nissa (4) ay. 59
e.
Prinsip Penghormatan atas Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia merupakan hak mendasar yang dimiliki oleh manusia sejak ia berada dalam kandungan hingga ia mati. Hak-hak mendasar tersebut diberikan sebagai karunia dari Allah SWT. Beberapa hak mendasar dalam Islam yang harus dihormati antara lain:
Hak asasi manusia merupakan hak mendasar yang dimiliki oleh manusia sejak ia berada dalam kandungan hingga ia mati. Hak-hak mendasar tersebut diberikan sebagai karunia dari Allah SWT. Beberapa hak mendasar dalam Islam yang harus dihormati antara lain:
1.
Penghormatan atas Hak untuk Hidup
Allah mewajibkan hambanya untuk menghormati hak hidup seseorang. Quran menerangkan secara tegas di dalam Surah Al Maidah (5) ayat 32
Allah mewajibkan hambanya untuk menghormati hak hidup seseorang. Quran menerangkan secara tegas di dalam Surah Al Maidah (5) ayat 32
2.
Penghormatan Persamaan Laki-laki dan
Perempuan
Laki-laki dan perempuan dalam Islam memperoleh kedudukan yang seimbang serta sederajad. Allah menjelaskan hal itu dalam Quran Surah Al Ahzab (33) ayat 35
Laki-laki dan perempuan dalam Islam memperoleh kedudukan yang seimbang serta sederajad. Allah menjelaskan hal itu dalam Quran Surah Al Ahzab (33) ayat 35
3.
Penghormatan Memeluk Agama
Islam sangat menghormati perbedaan agama yang dipeluk oleh manusia. Quran menegaskan hal tersebut di dalam Surah Al Baqarah ayat 256
Islam sangat menghormati perbedaan agama yang dipeluk oleh manusia. Quran menegaskan hal tersebut di dalam Surah Al Baqarah ayat 256
4.
Penghormatan atas Ras serta Etnis
Islam sangat menghormati perbedaan etnik, suku, serta ras. Quran surah Al Hujuurat (14) ayat 13
Islam sangat menghormati perbedaan etnik, suku, serta ras. Quran surah Al Hujuurat (14) ayat 13
TRIAS POLITICA DI INDONESIA
Sejak
memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia
terus berproses dalam rangka mewujudkan kehidupan yang demokratis. Undang-
Undang Dasar 1945 (naskah asli), Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949,
Undang- Undang Dasar Sementara 1950 dan Undang- Undang Dasar 1945 (amandemen
ke- empat) merupakan hasil upaya untuk semakin mendekatkan diri kepada
demokrasi. Ditinjau dari asal kata, demokrasi berarti “rakyat berkuasa” atau “government
or rule by the people”. Kata Yunani demos berarti “rakyat” dan kratos/
kratein berarti “kekuasaan/ berkuasa”
Dalam
demokrasi dikenal konsep Rechstaat (negara hukum). Rechtstaat
(negara hukum) diartikan sebagai negara yang penyelenggaraan pemerintahannya
berdasarkan prinsip- prinsip hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah.
Menurut Frederik Julius Stahl, salah
satu unsur dalam konsep Rechstaat adalah negara didasarkan kepada Trias
Politica (pemisahan kekuasaan negara atas kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudisial). Menurut Carles de Secondat Baron
de Labriede et de Montesquieu:
a. Kekuasan Legislatif adalah sebagai
pembuat undang- undang;
b. Kekuasaan Eksekutif adalah sebagai
pelaksana undang- undang;
c. Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan
untuk menghakimi.
Dalam
sistem ketata negaraan Indonesia pasca Amandemen ke- empat Undang- Undang dasar
1945 kekuasaan Legislatif dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) selain itu Presiden juga mempunyai hak untuk
mengajukan rancangan undang- undang dan turut serta dalam pembahasan rancangan
undang- undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kekuasaan Eksekutif
dilaksanakan oleh Presiden. Kekuasaan Yudikatif dilaksanakan oleh Mahkamah
Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK)
Dalam
rangka menjamin bahwa masing- masing kekuasaan tidak melampaui batas
kekuasaannya maka diperlukan suatu sistem checks and balances system
(sistem pengawasan dan keseimbangan). Dalam checks and balances system,
masing- masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and
balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan
konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi.
Dalam
konstitusi Indonesia, fungsi kontrol Legislatif terhadap Eksekutif meliputi
persetujuan terhadap kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain; review terhadap Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang- Undang (perpu) yang dibuat oleh Presiden, pembahasan
Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) bersama Presiden.
Selain fungsi kontrol tersebut, DPR juga dapat mengajukan usul kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk memberhentikan Presiden karena melakukan
pengkhianatan terhadap negara, korupsi penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
perbuatan tercela mau pun bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden. Dalam pelaksanaan fungsi kontrol tersebut peran DPD sangat minim,
yaitu sebatas “dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang- undang
mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan,
dan agama”. DPD tidak berwenang secara langsung untuk menindak lanjuti hasil
pengawasan tetapi hanya sebatas menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dalam menjalankan fungsi
kontrol terhadap kekuasaan Yudikatif (MA dan MK), DPR berwenang melakukan
penyaringan terhadap para calon hakim agung dan mengajukan tiga dari sembilan
orang hakim konstitusi.
Dalam
Undang- Undang Dasar 1945 tidak terdapat ketentuan mengenai hak veto tersebut
tetapi pembahasan setiap rancangan undang- undang dilakukan oleh DPR dan
Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Selain hak pembahasan dan
persetujuan bersama, Presiden juga diberikan hak untuk mengajukan rancangan
undang- undang kepada DPR. Keterlibatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
Eksekutif dalam kegiatan membuat undang- undang membuatnya juga memegang
kekuasaan Legislatif sehingga Presiden mempunyai kekuasaan ganda. Hal tersebut
tidak konsisten dengan asas Trias Politica (pemisahan kekuasaan). Sejauh
ini di negara- negara yang menganut sistem presidensial, kekuasaan Legislatif
diserahkan kepada parlemen, sedangkan Presiden mempunyai hak veto. Diantara
negara- negara tersebut hanya konstitusi Indonesia dan Puerto Rico yang
memberikan hak legislasi bersama parlemen kepada Presiden. Sedangkan dalam
fungsi kontrol tehadap kekuasaan Yudikatif, Presiden diberikan kewenangan untuk
menyetujui dan menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung, selain itu
Presiden juga diberikan kewenangan untuk mengajukan tiga dari sembilan orang
hakim Konstitusi dan menetapkan para hakim Konstitusi tersebut.
Pemisahan
kekuasaan dalam arti material adalah pemisahan kekuasaan yang dipertahankan
dengan jelas dalam tugas-tugas kenegaraan di bidang legislatif, eksekutif dan
yudikatif. Sedangkan pemisahan dalam arti formal adalah pembagian kekuasaan
yang tidak dipertahankan secara tegas. Prof.Dr.
Ismail Suny, SH, MCL berkesimpulan bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti
material sepantasnya disebut separation of powers (pemisahan kekuasaan),
sedangkan pemisahan kekuasaan dalam arti formal sebaiknya disebut division of
powers (pembagian kekuasaan). Suny juga berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan
dalam arti material hanya terdapat di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris dan
negara-negara Eropa Barat umumnya berlaku pemisahan kekuasaan dalam arti
formal. Meskipun demikian, alat-alat perlengkapan negara tetap dapat dibedakan.
Apabila dalam sistem Republik rakyat di negara-negara Eropa Timur dan Tengah
sama sekali menolak prinsip pemisahan kekuasaan, maka UUD 1945 membagi perihal
kekuasaan negara itu dalam alat-alat perlengkapan negara yang memegang ketiga
kekuasaan itu tanpa menekankan pemisahannya.
No comments:
Post a Comment