Thursday, December 29, 2011

HUKUM LAUT

LAUT TERITORIAL
Laut territorial adalah salah satu wilayah yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di ukur dari garis pangkal

Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut.

Pengertian laut territorial menurut UNCLOS
Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu Negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut teritorial. (pasal 2 ayat 1)

Pengertian laut territorial menurut UU no 6 tahun 1996
Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia (pasal 3 ayat 2)


GARIS PANGKAL

Berdasarkan tujuan penerapannya, Konvensi Hukum Laut 1982 mengenal tiga macam garis pangkal, yaitu: Garis Pangkal Biasa, Garis Pangkal Lurus, dan Garis Pangkal Lurus Kepulauan. Pedoman penetapan masing-masing garis pangkal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Garis Pangkal Biasa (normal baseline)
Garis Pangkal Biasa adalah garis pangkal yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik pertemuan antara lautan dan daratan dengan mengikuti konfigurasi pantai pada waktu air surut terendah. Dengan kata lain, garis pangkal ditarik dengan cara mengikuti titik-titik pertemuan antara air laut dengan daratan pada waktu air surut terendah. Penetapan Garis Pangkal Biasa untuk tujuan pengukuran wilayah laut kewenangan provinsi dapat dilakukan secara analogi dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 5), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Biasa adalah garis air rendah dengan mengikuti konfigurasi pantai;
b. Apabila terdapat gugusan karang di hadapan daratan
utama suatu propinsi maka garis pangkal dapat ditarik melalui gugusan karang tersebut dengan syarat telah ada instalasi yang dibangun di atas karang tersebut.

2. Garis Pangkal Lurus (straight baseline)
Garis Pangkal Lurus adalah garis pangkal yang ditarik dari ujung ke ujung untuk menghubungkan titik-titik terluar dari satu pulau atau untuk menghubungkan dua pulau atau lebih. Garis Pangkal Lurus berfungsi sebagai garis penutup pada kedua tepi dari mulut teluk atau kedua tepi dari muara sungai. Penetapan Garis Pangkal Lurus dapat dilakukan secara analogi dengan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 7), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Lurus dapat ditarik pada lokasi-lokasi pantai yang menjorok ke daratan atau pada muara sungai atau selat yang lebarnya tidak lebih dari 12 mil.
b. Garis Pangkal Lurus ditarik tanpa menyimpang terlalu jauh dari arah umum pantai yang bersangkutan;
c. Garis Pangkal Lurus tidak dapat ditarik dari gugusan karang yang tenggelam pada waktu pasang naik, kecuali apabila telah ada instalasi yang dibangun secara permanen diatas karang tersebut.

3. Garis Pangkal Kepulauan ( archipelagic baseline)
Garis Pangkal Kepulauan adalah gabungan dari seluruh garis pangkal lurus yang ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau yang terluar yang membentuk sebuah kepulauan.
Penetapan Garis Pangkal Kepulauan dapat dilakukan secara analogi dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982 (Article 47), yaitu sebagai berikut:
a. Garis Pangkal Kepulauan dapat diterapkan pada provinsi-provinsi yang berbentuk kepulauan; Garis Pangkal Kepulauan ditarik untuk menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar pada waktu air surut terendah;
b. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat melampaui panjang maksimum, yaitu 12 mil;
c. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat ditarik menyimpang terlalu jauh dari arah umum bentuk kepulauan;
d. Garis Pangkal Kepulauan tidak dapat ditarik dari gugusan karang yang tenggelam pada waktu pasang naik, kecuali apabila telah ada instalasi yang dibangun diatas karang tersebut.


HAK LINTAS DAMAI (Right of Innocent Passage)

(Art. 17 dan 18 LOSC)
Hak setiap kapal untuk berlayar melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan suatu negara sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara tersebut dengan cara lintas terus menerus, langsung serta secepat mungkin.

Syarat lintas: terus menerus, langsung dan secepat mungkin;
Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai.

Disebut “damai”, bila :
1. Dilakukan terus menerus tanpa berhenti; termasuk berhenti dan lego, ttp hanya:
• Insidental dlm kaitan dg pelayaran yg normal;
• force majeure or distress;
• Membutuhkan bantuan;
2. Tidak bertentangan dengan perdamaian, ketertiban dan keamanan

Disebut “tidak damai”, bila :
(Art.19, LOSC)
1. Ancaman/penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik;
2. Latihan/praktek dengan senjata;
3. Pengumpulan informasi yang merugikan han-kam negara;
4. Propaganda dengan tujuan mempengaruhi han-kam negara;
5. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat udara diatas kapal;
6. Peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
7. Bongkar muat komoditi, muatan barang, mata uang, orang;
8. Pencemaran dan perikanan;



DEKLARASI JUANDA
Perjuangan yang gigih melalui deklarasi Juanda telah mebawa pengakuan PBB terhadap eksistensi Indonesia sebagai negara kepulauan, yakni ditetapkannya konvensi hokum laut UNCLOS 1982

NEGARA KEPULAUAN
Pasal 46 UNCLOS
“Negara kepulauan” berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain;

“kepulauan” berarti suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian.


ZONA EKONOMI EKSLUSIF
Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa.


HAK, YURISDIKSI DAN KEWAJIBAN NEGARA PANTAI DI ZEE

(pasal 56 UNCLOS 1982)
Hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati, dari perairan di atas dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.

• Yurisdiksi negara pantai :
(i) Pembuatan dan pemakaian pulau buatan,
instalasi dan bangunan;
(i) Riset ilmiah kelautan;
(ii) Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
• Kewajiban negara pantai : Memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara lain dan bertindak sesuai dengan Konvensi / UNCLOS

PENEGAKAN HUKUM DI ZEE
• Negara lain harus mematuhi peraturan konservasi dan persyaratan ZEE negara pantai (Pasal 62(4) KHL 82);
• Negara pantai untuk penegakan hukum dapat menaiki, menagadakan inspeksi, menahan dan mengadili (Pasal 73);
• Negara pantai tidak dibenarkan melaksanakan hukuman penjara/hukuman badan (Pasal 73(3)), kecuali diperjanjikan.


LANDAS KONTINEN


PERBEDAAN LANDAS KONTINEN SEBELUM DAN SESUDAH ADANYA UNCLOS 1982
SEBELUM (JENEWA 1958): batas luar Landas Kontinen sama sekali menunjukkan adanya ketidakpastian.
SESUDAH : batas luar dari Landas Kontinen sudah cukup tegas dan jelas. Berarti sudah ada kepastian hukum tentang sejauhmana suatu negara memiliki hak dan eksklusif atas sumber daya alam dari Landas Kontinen.
Dalam konvensi Jenewa 1958 tidak ada pengaturan tentang penyelesaian sengketa apabila perjanjian batas landas kontinen itu tidak tercapai. Kelemahan ini disempurnakan dalam konvensi Hukum Laut 1982.


Batasan Landas Kontinen
- Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah dibawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah hingga daratannya hingga pinggiran luar kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorialnya diukur (Pasal 76 (1)).
- Landas Kontinen suatu negara pantai tidak boleh melebihi dari batas-batas sebagaimana ditentukan dalam ayat 4 hingga ayat 6 (Pasal 76 (2)).

Hak dan Kewajiban Negara Pantai

- Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. (Pasal 77 (1)).
- Hak negara pantai tidak tergantung pada pendudukan atau proklamasi yang diumumkan. (Pasal 77 (3)).
- Tidak ada negara lain yang dapat melakukan ekploitasi sumber kekayaan alam tanpa persetujuan negara pantai. (Pasal 77 (2))
- Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk mengizinkan dan mengatur pemboran landas kontinen untuk segala keperluan. (Pasal 81).

Kewajiban negara pantai
- Negara pantai harus menetapkan batas terluar landas kontinen (Pasal 76 (8)).
- Negara pantai harus mendeposit-kan pada Sekretaris Jenderal PBB peta-peta dan keterangan yang relevan, yang secara permanen menggambarkan batas luar landas kontinennya (Pasal 76 (9) dan Pasal 84 (1) dan (2)).
- Negara pantai tidak boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa. (Pasal 79 (2)).
- Negara pantai harus melakukan pembayaran atau sumbangan kepada otorita berkaitan dengan eksploitasi sumber kekayaan non hayati di landas kontinen diluar 200 mil laut. (Pasal 82 (1)) dan ayat (4)

Cara untuk menentukan batas luar landa kontinen suatu Negara pantai yang melebihi 200 mil laut:
1. Dengan pengukuran 350mil laut dari garis pantai
2. Penentuan jarak 100mil laut dari kedalaman 2.500m
Jika ada dua Negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas Negara tsb ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing Negara.


LAUT BEBAS (HIGH SEA)
Pasal 87 Konvensi Hukum Laut 1982 menegaskan bahwa laut lepas adalahterbuka bagi semua Negara baik Negara pantai (costal States) maupun Negara tidak berpantai (land-locked States). Semua Negara mempunyai kebebasan di laut lepas( freedom of the high seas), yaitu sebagai berikut :
1. kebebasan pelayaran ( freedom of navigation);
2. kebebasan penerbangan (freedom of overflight );
3. kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut ( freedom to lay submarine cablesand pipelines);
4. kebebasan membangun pulau buatan dan instalasi lainnya sesuai dengan hukuminternasional ( freedom to construct artificial islands and other installations permitted under international law);
5. kebebasan penangkapan ikan ( freedom of fishing);
6. kebebasan riset ilmiah kelautan ( freedom of scientific research)

Macam-macam kebebasan di Laut Lepas
A. Pelayaran
1. Ketentuan Dasar
- Setiap negara, baik berpantai maupun tidak mempunyai hak untuk berlayar di Laut Lepas.
- Setiap negara harus menetapkan persyaratan pemberian kebangsaan pada kapal, pendaftaran kapal dan hak mengibarkan benderanya.
- Kapal perang memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara manapun selain negara bendera.
- Kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh suatu negara dan hanya untuk dinas pemerintah, memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi negara lain kecuali negara bendera.

1. Yurisdiksi dan Kewajiban
a. Negara Bendera Kapal
- Kapal harus berlayar di bawah bendera suatu Negara saja, tidak boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau sewaktu berada dipelabuhan.
- Harus melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang administratif, teknis dan sosial atas kapal.
- Setiap negara harus memelihara suatu daftar register kapal dan menjalankan yurisdiksi di bawah perundang-undangannya atas setiap kapal yang mengibarkan benderanya.
- Setip negara harus mengambil tindakan yang diperlukan bagi kapal yang memakai benderanya, untuk menjamin keselamatan.
- Bahwa setiap kapal diperiksa seorang surveyor kapal yang berwenang, tersedia peta, penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi.
- Kapal ada dalam pengendalian seorang nahkoda dan perwira yang memiliki persyaratan yang tepat.
- Mengikuti peraturan dan prosedur dan praktek internasional yang umum.
- Mengadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh atau di hadapan orang yang berwenang setiap kecelakaan kapal atau insiden pelayaran.
- Tuntutan pidana atau pertanggungjawaban disiplin terhadap kapten kapal atau petugas kapal lainnya, hanyalah dilakukan pada pengadilan atau di depan pejabat administrasi negara pemilik bendera kapal atau negara dimana petugas-petugas tersebut adalah adalah warga negara.
Dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang laut lepas hal ini diatur dalam pasal 6 yang menentukan bahwa kapal- kapal berlayar hanya dengan memaki bendera dari dari satu negara saja dan berada sepenuhnya dibawah yurisdiksinya di laut lepas. Pengaturan pasal tersebut diatas dikaitkan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Mahkamah Internasional Permanen dalam mengadili kasusThe Lotus yang mengatakan bahwa kapal-kapal yang berada dilaut lepas tidak tidak berada di bawah kekuasaan dari negara yang benderanya dipakai kapal tersebut. Uraian tentang kasus The Lotus ini akan dikemukakan pada bagian akhir dari bab ini.

- Kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan hidup.
- Mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan konvensi, secara individual atau bersama-sama untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan hidup.
- Mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari kendaraan air.
- Menjamin bahwa kapal menaati ketentuan atau standar internasional untuk mencegah, mengurangi dan pengendalian pencemaran lingkungan laut.
- Mewajibkan (meminta) nahkoda kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong, memberikan bantuan pada kapal lain yang bertubrukan.

b. Negara Pelabuhan (Negara Pantai)
- Negara pantai harus menggalakkan diadakannya pengoperasian dan pemeliharaan dinas Search and Rescue (SAR) yang memadai dan efektif berkenaan dengan keselamatan di dalam dan di atas laut.
- Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
- Hak melakukan pengejaran seketika (hat pursuit) apabila mempunyai alasan yang cukup dengan cara yang sesuai dengan ketentuan konvensi.

c. Negara-negara lain
- Setiap negara mewajibkan (meminta) nahkoda suatu kapal untuk memberikan pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan hilang, menuju secepatnya menolong orang dalam kesulitan apabila mendapat pemberitahuan, memberikan bantuan pada kapal yang mengalami tabrakan.
- Mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian.
- Harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan pembajakan di laut lepas.
- Setiap negara dapat menyita suatu kapal atau pesawat udara perompak atau kapal atau pesawat udara perompak yang telah diambil oleh perompak dan menangkap orang-orang dan menyita barang yang ada di kapal serta dpat menetapkan hukuman yang akan dikenakan oleh pengadilan negaranya.
- Bekerjasama dalam penumpasan perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan psikotropis di laut lepas.
Bekerjasama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas.

B. Penerbangan
Semua negara baik negara pantai maupun tidak berpantai mempunyai kebebasan untuk melakukan penerbangan di ruang udara di atas laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain.


C. Pemasangan Kabel dan Pipa di Dasar Laut
- Semua negara memiliki kebebasan untuk memasang kabel dan pipa di bawah laut dengan tunduk pada Bab VI tentang Landas Kontinen, di laut lepas, dengan memperhatikan kepentingan negara lain dan ketentuan konperensi ini.
- Semua negara mempunyai hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut diatas dasar laut lepas di luar landas kontinen.
- Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mengatur bahwa pemutusan atau kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut karena sengaja atau kelalaian merupakan suatu pelanggaran yang dapat dihukum.
Setiap negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan dengan tentang ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam usaha untuk mencegah kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut.

D. Pembangunan Pulau Buatan dan Instalasi Lain
- Semua negara mempunyai kebebasan untuk membangun pulau dan instalasi lainnya yang diperoleh berdasarkan hukum internasional, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI.
- Penempatan dan penggunaan setiap jenis instalasi riset ilmiah atau peralatan di kawasan lingkungan laut harus tunduk pada syarat-syarat yang sama yang ditentukan oleh konvensi untuk penyelenggaraan riset ilmiah kelautan di setiap kawasan tersebut.
Penelitian ilmiah kelautan di kawasan baru dilakukan semata-mata untuk maksud damai untuk kemanfaatan umat manusia

E. Penangkapan Ikan
- Semua negara mempunyai kebebasan untuk menangkap ikan, dengan memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan negara lain dan hak-hak dalam konvensi ini yang berkenaan dengan kegiatan di Kawasan.
- Semua negara mempunyai hak bagi warga negaranya untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas.
- Kewajiban negara untuk mengadakan tindakan-tindakan dengan warga negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas.
Kewajibaan konservasi dan pengelolaan mamalia laut di laut lepas

F. Riset Ilmiah
- Setiap negara memiliki kebebasan untuk mengadakan riset ilmiah, dengan tunduk pada ketentuan Bab VI dan XIII, di laut lepas.
- Penelitian ilmiah kelautan di kawasan harus dilakukan semata-mata untuk maksud damai dan untuk kemanfatan umat manusia.
- Negara-negara, secara langsung atau melalui organisasi internasional yang berkompeten, bekerjasama menggalakkan pengembangan dan alih teknologi kalautan.
Kerjasama internasional untuk mengembangkan dan alih teknologi kelautan.


KEWAJIBAN NEGARA PANTAI ATAS PENGGUNAAN LINTAS DAMAI
(Art. 24 LOSC)
1. Tidak boleh menghalangi lintas;
2. Tidak boleh membuat syarat bersifat menolak/mengurangi penggunaan lintas;
3. Tidak boleh mengadakan diskriminasi formal kapal-kapal dari suatu negara;
4. Memberitahukan secara wajar setiap bahaya pelayaran;
5. Tidak boleh mengadakan pungutan (Art. 26 LOSC);

No comments:

Post a Comment