Thursday, June 7, 2012

HUKUM PEMERINTAHAN DAERAH



ASAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH
Asas-asas untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, pada dasarnya ada 3 (tiga), yaitu: 
1. Desentralisasi  
yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.Dekonsentrasi
yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3.Tugas Pembantuan
yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

PERBEDAAN DESENTRALISASI DEKONSENTRASI, DAN TUGAS PEMBANTUAN
DESENTRALISASI:
1. Transfer of authority
2. policy making and policy executing
3. yang diserahi adalah satuan politik atas dasar wilayah—masyarakat hukum yang disebut sebagai daerah otonom.
4. munculnya lembaga representative di tingkat lokal dengan pemilihan (election system)
5. wilayahnya dibentuk dalam jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Terdapat otonomi karena adanya penyerahan wewenang pengambilan kebijakan dan pelaksanaan
7. Keputusan pejabat dalam pemerintahan daerah tidak dapat langsung dibatalkan oleh Pemerintah Pusat.
8. Hubungan yang terjadi antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom adalah hubungan antar Organisasi

DEKONSENTRASI:
1. delegation of authority
2. policy executing authority only
3. yang diserahi adalah pejabat pusat ditempatkan di pelosok tanah air.
4. munculnya aparat pusat di pelosok tanah air yang dilakukan dengan penunjukan (appointment system)
5. aparat pusat tersebut memiliki wilayah kerja dengan jangkauan yurisdiksi tertentu
6. Wilayahnya disebut wilayah administrasi
7. Keputusan pejabat lokal dapat ditiadakan atau dibatalkan oleh pejabat atasannya.
8. Hubungan yang terjadi antara Pejabat yang tersebar di pelosok tanah air dengan atasannya adalah hubungan intra organisasi

Tugas Pembantuan (Medebewind):
Tujuan diberikannya tugas pembantuan adalah :
1. untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pembangunan serta pelayanan umum kepada masyarakat.
2. bertujuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu mengembangkan pembangunan daerah dan desa sesuai dengan potensi dan karakteristiknya


SISTEM RUMAH TANGGA DAERAH
Sistem rumah tangga daerah dapat dibagi menjadi 3 sistem, yaitu:


1. Sistem Rumah Tangga Materil
Sistem rumah tangga materil adalah pembagian tugas, wewenang dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dijelaskan secara normatif dalam Undang-undang dan turunan hirarki dibawahnya. Sistem ini berpangkal tolak dari pemikiran bahwa antara antara urusan pemerintah pusat dan daerah dapat dibedakan yang selanjutnya dituangkan dalam landasan hukum yang mangikat terhadap urusan tersebut. Dalam pasal 10 dan 13 UU No. 32 Tahun 22004  tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan secara normatif urusan-urusan mana yang menjadi domain pemerintah pusat dan daerah. Sistem ini tidak memberikan kebebasan dan kemandirian daerah otonom. Urusan-urusan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah selaku yang berwenang di daerah otonom oleh pemerintah pusat, jadi hak-hak dasar sebuah negara otonom tidak terpenuhi oleh sistem ini.

Contohnya dalam pasal 13 UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah, urusan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah, namun standarisasi kelulusan siswa ditentukan oleh pemerintah pusat.

2. Sistem Rumah Tangga Formil
Sistem rumah tangga formil adalah pembagian tugas, wewenag dan tanggungjaawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dijelaskan secara rinci. Artinya, sebuah urusan pemerintahan diserahkan kepada pemerintah daerah dengan mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektivitas. Sistem ini mempunyai landasan pemikiran bahwa tidak ada perbedaan antara urusan pemerintah pusat atau daeran. Namun, sistem ini telah lebih baik daripada sistem rumah tangga materil, karena unsur-unsur pemberian hak kemandirian dan kebesadan daerah otonom dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

3. Sistem Rumah Tangga Rill (Nyata)
Sistem rumah tangga rill adalah pembagian, tugas, wewenang dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan daerah yang mengambil jalan tengah dari sistem rumah tangga materil dan sistem rumah tangga formil. Dalam konsepnya, sistem ini lebih banyak memakai azas sistem rumah tangga formil, dimana dalam urusan rumah tangga formil ini menjamin kebebasab dan kemandirian daerah otonom. Sedangkan azas sistem rumah tangga materil yang diadopsi adalah dalam hal urusan yang bersifat umum yang prinsipnya dijelaskan secara normatif dalam Undang-undang.


TUJUAN OTONOMI DAERAH
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1.      Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2.      Pengembangan kehidupan demokrasi.
3.      Keadilan.
4.      Pemerataan.
5.     Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam  rangka keutuhan NKRI.
6.      Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7.     Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

  
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH

  Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan,yakni  urusan pemerintahan yang terdiri dari :
1. Politik Luar Negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk  duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya;


2.  Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;


3. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya;


4. Moneter, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya;


5. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;


6. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional, tidak diserahkan kepada daerah.



            Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan  pemerintah pusat, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antar pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maka kriteria yang dapat digunakan antara lain meliputi : eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota. Apabila bersifat regional menjadi kewenangan provinsi dan apabila bersifat nasional menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil,dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna dilaksanakan oleh provinsi dan /atau kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah pusat, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada provinsi dan/atau kabupaten/kota.Sebaliknya apabila suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, maka bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat.

Untuk itu, pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya guna dan hasil guna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya risiko yang harus dihadapi. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda , bersifat saling berhubungan  (interkoneksi), saling tergantung (interdependensi) dan saling mendukung  sebagai satu kesatuan  sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.

Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas, ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan/atau pengakuan atas usul daerah  terhadap bagian urusan-urusan pemerintahan yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut, pemerintah akan melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengaturan atas bagian urusan yang akan dilaksanakan oleh daerah. 

            Konsekuensi dari pendekatan tersebut adalah bahwa untuk pelayanan yang bersifat dasar (basic services) maupun pelayanan-pelayanan untuk pengembangan usaha ekonomi masyarakat atas pertimbangan efisiensi, akuntabilitas dan eksternalitas yang bersifat lokal seyogyanya menjadi urusan kabupaten/kota, yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi urusan provinsi dan yang bersifat lintas provinsi menjadi kewenangan pusat. Untuk mencegah suatu daerah menghindari sesuatu urusan yang sebenarnya esensial untuk daerah tersebut, maka perlu adanya penentuan standar urusan dasar atau pokok yang harus dilakukan oleh suatu daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

            Dalam Bab III Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah ditegaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang tentang pemerintahan daerah ini ditentukan menjadi urusan pemerintah (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama). Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.

Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan hak dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan dasar minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi (pasal 13) merupakan urusan dalam skala propinsi yang meliputi :
1.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.       perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.       penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.       penanganan bidang kesehatan;
6.       penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
7.       penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8.       pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9.       fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10.   pengendalian lingkungan hidup;
11.   pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
12.   pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13.   pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14.   pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/ kota;
15.   penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
16.   urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan propinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota (pasal 14) merupakan urusan dalam skala kabupaten/kota yang meliputi :
1.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2.       perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
4.       penyediaan sarana dan prasarana umum;
5.       penanganan bidang kesehatan;
6.       penyelenggaraan pendidikan;
7.       penanggulangan masalah sosial;
8.       pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9.       fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;
10.   pengendalian lingkungan hidup;
11.   pelayanan pertanahan;
12.   pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
13.   pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14.   pelayanan administrasi penanaman modal;
15.   penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya;
16.   urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah.
   

KELEMAHAN PILKADA LANGSUNG:
  1. Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan pilkada. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang banyak. Karena untuk biaya ini, biaya itu.

  1. Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan pemilu.

  1. Pendahuluan start kampanye
Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

  1. Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi mereka hanya “manut” dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak integritas daerah tersebut.


FUNGSI DPR
Pasal 41
DPRD memiliki fungsi 
1. Legislasi: berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah 
2. anggaran: Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD) 
3. pengawasan: Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan lainnya serta kebijakan pemerintah daerah


HAK DPRD
Pasal 43
(1) DPRD mempunyai hak: 
1. interpelasi; hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara. 


 2. angket; pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


3. menyatakan pendapat; hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.


HAK ANGGOTA DPRD
Pasal 44
(1) Anggota DPRD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan Perda;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administrative



No comments:

Post a Comment